SUGALI (1984)
Lagu ‘Sugali’
menjadi hits, dikerjakan bersama Chilung Ramali, menceritakan tentang preman
yang menjadi target sasaran petrus (penembak misterius) yang marak pada dekade
80-an. Tetapi yang menjadi persoalan pada album ini yaitu adanya lagu ‘Serdadu’
yang isinya bercerita tentang prajurit yang kurang diperhatikan
kesejahteraannya, yang gajinya dipotong oleh komandannya. Lirik lagu ini
mendapat perhatian oleh banyak petinggi ABRI (saat itu, sekarang TNI) dan
dianggap suatu pelecehan, namun kurang diekspos, mungkin mereka takut terbuka
kebenarannya.
Isi album ini
adalah ‘Sugali’, ‘Rindu Tebal’, ‘Siang Seberang Istana’, ‘Serdadu’, ‘Nak’,
‘Berkacalah Jakarta’, ‘Maaf Cintaku’, ‘Tolong Dengar Tuhan’, ‘Azan Subuh Masih
Ditelinga’.
Lirik
Sugali
Sua...sua...suara
berita
Tertulis dalam
koran
Tentang seorang
lelaki
Yang sering
keluar masuk bui
Jadi buronan
polisi
Dar...der...dor
Suara senapan
Sugali anggap
petasan
Tiada rasa
ketakutan
Punya ilmu kebal
senapan
Semakin lupa
daratan
Lihat Sugali
menari di lokasi WTS kelas teri
Asyik lembur
sampai pagi
Usai garong
hambur uang peduli setan
Dig....did.....dug
Dig....did.....dug
Dig....did.....dug
Dig....did.....dug
Ramai gunjing
tentang dirimu
Yang tak juga
hinggap rasa jemu
Suram hari
depanmu
Rasa was-was
mata beringas
Menunggu datang
peluru yang panas
Di waktu hari
yang naas
Oo...bisik
jangkrik di tengah malam
Tenggelam dalam
dalam suara letusan
Kata berita
dimana-mana tentang Sugali
Tak tenang lagi
dan lari sembunyi
Terbirit-birit
Lihat Sugali
menari di lokasi WTS kelas teri
Asyik joget
samapi lecet
Genit gitik
cewek binal paling busyet
Rindu Tebal
Sewindu sudah
lamanya waktu
Tinggalkan tanah
kelahiranku
Rinduku tebal
kasih yang kekal
Detik ke detik
bertambah tebal
Pagi yang
kutelusuri riuh tak bernyanyi
Malam yang aku
jalani sepi tak berarti
Saat kereta
mulai berjalan
Rinduku tebal
tak tertahankan
Terlintas jelas
dalam benakku
Makian bapak
usirku kupergi
Hanya menangis
yang emak bisa
Dengan terpaksa
kutinggalkan desa
Seekor kambing
kucuri
Milik tetangga
tuk makan sekeluarga
Bapak tak mau
mengerti
Hilang satu anak
tuk harga diri
Aku pergi
meninggalkan coreng hitam dimuka bapak
Yang membuat
malu keluargaku
Ku ingin kembali
mungkinkah mereka mau terima
Rinduku
Maafkan semua
kesalahanku
Kursi kereta
yang pasti tahu
Siang Seberang Istana
Seorang anak kecil
bertubuh dekil
Tertidur
berbantal sebelah lengan
Berselimut debu
jalanan
Rindang pohon
jalan menunggu rela
Kawan setia
sehabis bekerja
Siang di
seberang sebuah istana
Siang di
seberang istana sang raja
Reff I:
Kotak semir
mungil dan sama dekil
Benteng rapuh
dari lapar memanggil
Gardu dan mata
para penjaga
Saksi
nyata....... Yang sudah terbiasa
Tamu negara
tampak terpesona
Mengelus dada
gelengkan kepala
Saksikan
perbedaaan yang ada
Reff II:
Sombong
melangkah istana yang megah
Seakan meludah
di atas tubuh yang resah
Ribuan jerit di
depan hidungmu
Namun yang ku
tau.... Tak terasa terganggu
Kembali ke: reff
I & reff II
Gema azan ashar
sentuh telinga
Buyarkan mimpi
si kecil siang tadi
Dia berjalan
malas melangkahkan kaki
Di raihnya mimpi
di genggam tak di letakkan...
Lagi...
Serdadu
Isi kepala di
balik topi baja
Semau serdadu
pasti tak jauh berbeda
Tak peduli
perwira, bintara, atau tamtama
Tetap tentara
Kata berita
gagah pekasa
Apalagi sedang
kokang senjata
Persetan siapa
saja musuhnya
Perintah datang
karang pun dihantam
Serdadu seperti
peluru
Tekan picu
melesat tak ragu
Serdadu seperti
belati
Tak dirawat
tumpul dan berkarat
Umpan bergizi,
titah bapak menteri
Apakah sudah
terbukti
Bila saja masih
ada
Buruknya kabar
burung
Tentang jatah
prajurit yang dikentit
Lantang suaramu
otot kawat tulang besi
Susu, telur,
kacang ijo, extra gizi
Runtuh dan
tegaknya keadilan negeri ini
Serdadu harus
tau pasti
Serdadu baktimu
kami tunggu
Tolongkantongi
tampang serammu
Serdadu rabalah
dada kami
Gunakan hati
jangan pakai belati
Serdadu jangan
mau disuap
Tanah ini jelas
meratap
Serdadu jangan
lemah syahwat
Ibu pertiwi tak
sudi melihat
Nak
Jauh jalan yang
harus kau tempuh
Mungkin samar
bahkan mungkin gelap
Tajam kerikil
setiap saat menunggu
Engkau lewat
dengan kaki tak bersepatu
Duduk sini nak
dekat pada bapak
Jangan kau
ganggu ibumu
Turunlah lekas
dari pangkuannya
Engkau lelaki
kelak sendiri
Berkacalah Jakarta
Langkahmu cepat
seperti terburu
Berlomba dengan
waktu
Apa yang kau
cari belumkah kau dapati
Diangkuh gedung
gedung tinggi
Riuh pesta pora
sahabat sejati
Yang hampir
selalu saja ada
Isyaratkan
enyahlah pribadi
Lari kota
Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah
kura kura
Ingin sesuatu
tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu
kota
Ramaikan mimpi
indah penghuni
Jangan kau
paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak
peduli
Luka di kaki
Jangan kau
paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di
kaki belum terobati
Berkacalah
Jakarta
Lari kota
Jakarta lupa kaki yang luka
Mengejek langkah
kura kura
Ingin sesuatu
tak ingat bebanmu
Atau itu ulahmu
kota
Ramaikan mimpi
indah penghuni
Jangan kau
paksakan untuk berlari
Angkuhmu tak
peduli
Luka di kaki
Jangan kau
paksakan untuk tetap terus berlari
Bila luka di
kaki belum terobati
Berkacalah
Jakarta
Maaf Cintaku
Ingin kuludahi
mukamu yang cantik
Agar kau
mengerti bahwa kau memang cantik
Ingin kucongkel
keluar indah matamu
Agar engkau tahu
memang indah matamu
Harus kuakui
bahwa aku pengecut
Untuk menciummu
juga merabamu
Namun aku tak
takut untuk ucapkan
Segudang kata cinta
padamu
Mengertilah
Perempuanku
Jalan masih
teramat jauh
Mustahil
berlabuh
Bila dayung tak
terkayuh
Maaf cintaku
Aku menggurui
kamu
Mengertilah
Perempuanku
Jalan masih
teramat jauh
Mustahil
berlabuh
Bila dayung tak
terkayuh
Maaf cintaku
Aku nasehati
kamu
Maaf cintaku
Aku menggurui
kamu
Maaf cintaku
Aku nasehati
kamu
Maaf cintaku
Aku menggurui
kamu
Tolong Dengar Tuhan
Oh Tuhan
Apakah kau
dengar?
Jerit umatmu
Diselah tebalnya
debu
Oh Tuhan
Adakah kau
murung?
Melihat beribu
wajah berkabung
Disisa gelegar
Galunggung
Oh Tuhan
Tamatkan saja
Cerita
pembantaian orang desa
Yang jelas hidup
tak manja
Oh Tuhan
Katanya engkau
maha bijaksana
Tolong
Galunggung pindahkan ke kota
Dimana tempat
segala macam dosa
Berat beban kau
datangkan
Pada mereka disana
Cela apa nista
apa
Hingga engkau
begitu murka
Sungguh ku tak
mengerti
Hingar tangis
karena adabmu
Setiap detik
duka berpadu
Semakin keras
jerit tak puas
Dari mereka yang
resah bertanya
Adilkah
keputusanmu?
Acap kali rintih
memaki
Setiap duka
tuding Ilahi
Jangan salahkan
kecewa kami
Bosan dalam
irama takdirmu
Walau ku tak
terganggu
Bukankah kau
maha tahu
Pengasih
penyayang
Namun mengapa
selalu saja
Itu hanya cerita
Oh Tuhan
Tolong hentikan
Oh Tuhan
Dengar rintihan
Amuk lahar yang
datang hanguskan bumi
Tinggalkan arang
penghuni desa pergi
Gemuruh batu
hancurkan saudaraku
Ulurkan tangan
bantulah sesamamu
Tuhan
Salah apakah
mereka?
Azan Subuh Masih Ditelinga
Ketika fajar
menjelang
Terlihat dia
melangkah enggan
Seirama dengan
dendang subuh
Yang singgah di
hati keruh
Sempit jalan
berdesak bangunan
Memandang sinis
mendakwa bengis
Perempuan satu
dan hitamnya waktu
Dihapusnya gincu
dengan ujung baju
Dibuangnya
dengus birahi sejuta tamu
Hari pagi
menyambut kau kembali
Mengusap nadi
mengelus hati
Sesal di hatimu
kian mengganggu
Kau reguk habis
semua doa doa
Dari surau depan
rumah yang kau sewa
Tak terasa surya
duduk di kepala
Azan subuh masih
di telinga
Terdengar renyah
tawa gadis sekolah
Menyibak tabir
cerita lama
Didepan retaknya
cermin yang telah usang
Menari dia
seperti dahulu
Terdengar pelan
ketuk pintu
Tegur anakmu
buyarkan lamunan
Perempuan satu
kian terbelenggu
Dihapusnya gincu
dengan ujung baju
Dibuangnya
dengus birahi sejuta tamu
----ooo----
satukara.blogspot.com
0 Response to "SUGALI (1984)"
Post a Comment