BOLEHKAH?

Ris, begitu mereka memanggilku. Tak ada yang istimewa, aku sama seperti gadis kebanyakan. Hanya saja, keadaan menuntutku agar lebih dewasa di usia yang masih belasan.

Enam tahun lalu ibu memasukanku ke sebuah pondok. Sempat membuat tertohok, tapi lama ke lamaan aku merasa cocok.

Di sini aku diajarkan arti berbagi, memberi dan tak mengharapkan kembali.

Dan perlu kamu tahu. Aku hanya memiliki ibu, sebab ayah sudah pulang beberapa tahun lalu.

Berat memang, tapi selalu ada mereka yang membuatku riang. Tak ingin melewatkan cerita, terlebih tawa.

Waktu terus bergulir, mempertemukanku dengan banyak takdir. Tentang kebersamaan, kepergian dan juga kehilangan.

Sampai kemarin, aku tertampar oleh ingin.

Uang yang cukup untuk keperluan, rumah yang layak untuk peristirahatan dan sebuah tabungan untuk masa depan.

Namun, bagaimana aku mendapatkannya? Sementara tubuh ini tetap di sini. Menuntut ilmu yang kutahu akan sangat membantu. Bukan hanya di dunia, tapi juga di akhirat nantinya.

Oh ya, aku sering berpikir untuk menciptakan akhir. Beranjak mencari pekerjaan, lalu perlahan mendapat penghasilan.

Lagi lagi aku gagal. Tiap kali menanyakan pasti jawabannya sama; Bekerja itu tidak mudah, kamu masih kecil.

Padahal, aku seorang siswi kelas XII. Apa belum pantas?

Jujur saja, sebagai seorang anak aku merasa menjadi beban. Bertahun-tahun hanya meminta, tanpa mengembalikan.

Aku kecewa pada diriku, yang mendapat beasiswa sebagai apresiasi pun tak mampu. Padahal dengan itu, aku bisa meringankan tanggungan ibu.

Sungguh, aku ingin cepat lulus. Memiliki pekerjaan dan membalas kasih sayang ibu yang tulus.

Tapi aku ingat, kisah ini belum tamat. Sebisa mungkin aku akan berusaha menjadi sosok yang hebat, untuk ibu yang selama ini tetap kuat.

Bisakah?

Entahlah. Tapi aku percaya, Allah tak hanya menciptakanku bersama air mata, tapi juga bahagia.

...

"Ris?!"

Itu suara ibu. Aku sedang di rumah, menikmati libur sekolah. Kuharap semuanya akan menjadi lebih indah.

_

***

Share this post