Kumpulan Puisi Wiji Thukul

------o0o------
MONUMEN BAMBU RUNCING

monumen bambu runcing
di tengah kota
menuding dan berteriak merdeka
di kakinya tak jemu juga
pedagang kaki lima berderet-deret
walau berulang-ulang
dihalau petugas ketertiban

semarang, 1 maret 86

------o0o------
SUARA DARI RUMAH MIRING
Oleh: Wiji Thukul

di sini kamu bisa menikmati cicit tikus
di dalam rumah miring ini
kami mencium selokan dan sampan
bagi kami setiap hari adalah kebisingan

di sini kami berdesak-desakan dan berkeringat
bersama tumpukan gombal-gombal
dan piring-piring

di sini kami bersetubuh dan melahirkan
anak-anak kami
di dalam rumah miring ini
kami melihat matahari menyelinap
dari atap ke atap
meloncati selokan
seperti pencuri

radio dari segenap penjuru
tak henti-hentinya membujuk kami
merampas waktu kami dengan tawaran-tawaran
sandiwara obat-obatan
dan berita-berita yang meragukan

kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak
tapi bersama hari-hari pengap yang menggelinding
kami harus angkat kaki
karena kami adalah gelandangan

solo, oktober 87

------o0o------
CATATAN MALAM
Oleh: Wiji Thukul

anjing nyalak
lampuku padam
aku nelentang
sendirian

kepala di bantal
pikiran menerawang
membayang pernikahan
(pacarku buruh harganya tak lebih dua ratus rupiah per jam)

kukibaskan pikiran tadi dalam gelap makin pekat
aku ini penyair miskin
tapi kekasihku cinta
cinta menuntun kami ke masa depan

solo-kalangan, 23 februari 88

------o0o------
SAJAK BAPAK TUA
Oleh: Wiji Thukul

bapak tua
kulitnya coklat dibakar matahari kota
jidatnya berlipat-lipat seperti sobekan luka
pipinya gosong disapu angin panas
tenaganya dikuras
di jalan raya siang tadi

sekarang bapak mendengkur
dan ketika bayangan esok pagi datang
di dalam kepalaku
bis tingkat itu tiba-tiba berubah
jadi ikan kakap raksasa
becak-becak jadi ikan teri
yang tak berdaya

solo, juni 1987

------o0o------
SAJAK BAGONG
Oleh: Wiji Thukul

bagong namanya
tantanglah berkelahi
kepalamu pasti dikepruk batu
bawalah whisky
bahumu pasti ditepuk-tepuk gembira
ajaklah omong
tapi jangan khotbah
ia akan kentut

bagong namanya
malam begadang
subuh tidur bangun siang
sore parkir untuk makan
awas jangan ngebut di depan matanya
engkau bisa dipukuli
lalu ditinggal pergi

ya, ya.. bagong namanya
pemilu kemarin besar jasanya
bagong ya bangong
tapi bagong sudah mati

pada suatu pagi
mayatnya ditemukan orang
di tepi rel kereta api

setahun yang lalu
ya, ya.. setahun yang lalu

------o0o------
SAJAK IBU
Oleh: Wiji Thukul

ibu pernah mengusirku minggat dari rumah
tetapi menangis ketika aku susah
ibu tak bisa memejamkan mata
bila adikku tak bisa tidur karena lapar

ibu akan marah besar
bila kami merebut jatah makan
yang bukan hak kami
ibuku memberi pelajaran keadilan

dengan kasih sayang
ketabahan ibuku
mengubah rasa sayur murah
jadi sedap

ibu menangis ketika aku mendapat susah
ibu menangis ketika aku bahagia
ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
ibu menangis ketika adikku keluar penjara

ibu adalah hati yang rela menerima
selalu disakiti oleh anak-anaknya
penuh maaf dan ampun

kasih sayang ibu
adalah kilau sinar kegaiban tuhan
membangkitkan haru insan

dengan kebajikan
ibu mengenalkan aku kepada tuhan

solo, 1986

------o0o------
CATATAN 88
Oleh: Wiji Thukul

saban malam
dendam dipendam
protes diam-diam
dibungkus gurauan

saban malam
menyanyi menyabarkan diri
bau tembakau dan keringat di badan
campur aduk dengan kegelisahan

saban malam
mencoba bertahan menghadapi kebosanan
menegakkan diri dengan harapan-harapan
dan senyum rawan

saban malam
rencana-rencana menumpuk jadi kuburan

solo-sorogenen, 1 september 88

------o0o------
JALAN SLAMET RIYADI SOLO
Oleh: Wiji Thukul

dulu kanan dan kiri jalan ini
pohon-pohon asam besar melulu
saban lebaran dengan teman sekampung
jalan berombongan
ke taman sriwedari nonton gajah

banyak yang berubah kini
ada holland bakery
ada diskotik ada taksi
gajahnya juga sudah dipindah

loteng-loteng arsitektur cina
kepangkas jadi gedung tegak lurus

hanya kereta api itu
masih hitam legam
dan terus mengerang
memberi peringatan pak-pak becak
yang nekat potong jalan
“hei hati hati
cepat menepi ada polisi
banmu digembos lagi nanti!”

solo, mei-juni 1991

------o0o------
BATAS PANGGUNG
Oleh: Wiji Thukul

kepada para pelaku
ini adalah daerah kekuasaan kami
jangan lewati batas ini
jangan campuri apa yang terjadi di sini

karena kalian penonton
kalian adalah orang luar
jangan rubah cerita yang telah kami susun
jangan belokkan jalan cerita yang telah kami rencanakan

karena kalian adalah penonton
kalian adalah orang luar
kalian harus diam
panggung seluas ini hanya untuk kami

apa yang terjadi di sini
jangan ditawar-tawar lagi
panggung seluas ini hanya untuk kami
jangan coba bawa pertanyaan-pertanyaan berbahaya

ke dalam permainan ini
panggung seluas ini hanya untuk kami
kalian harus bayar kami
untuk membiayai apa yang kami kerjakan di sini

biarkan kami menjalankan kekuasaan kami
tontonlah
tempatmu di situ

solo, 21 november 91

------o0o------
CERITAKAN INI KEPADA SIAPAPUN
Oleh: Wiji Thukul

panas campur debu
terbawa angin ke mana-mana
koran hari ini memberitakan
kedungombo menyusut kekeringan
korban pembangunan dam
muncul kembali ke permukaan
tanah-tanah bengkah
pohon-pohon besar malang-melintang
makam-makam bangkit dari ingatan
mereka yang dulu diam
kali ini

cerita itu siapa akan membantah
dasar waduk ini dulu dusun rumah-rumah
waktu juga yang menyingkap
retorika penguasa
walau senjata ditodongkan kepadamu
walau sepatu di atas kepalamu
di atas kepalaku
di atas kepala kita

ceritakanlah ini kepada siapa pun
sebab cerita ini belum tamat

solo, 30 agustus 91

------o0o------
TETANGGA SEBELAHKU
Oleh: Wiji Thukul

tetangga sebelahku
pintar bikin suling bambu
dan memainkan banyak lagu

tetangga sebelahku
kerap pinjam gitar
nyanyi sama anak-anaknya

kuping sebelahnya rusak
dipopor senapan

tetangga sebelahku
hidup bagai dalam benteng
melongok-longok selalu
membaca bahaya

tetangga sebelahku
diterror masa lalu

kalangan-solo, november 1991

------o0o------
HUJAN
Oleh: Wiji Thukul

mendung hitam tebal
masukkan itu jemuran
dan bantal-bantal
periksa lagi genting-genting
barangkali bocornya pindah

udara gerah
ruangan gelap
listrik tak nyala
mana anak kita?

hujan akan lebat lagi nampaknya
semoga tanpa angin keras
burung-burung parkit itu
masih berkicau juga dalam kandangnya
burung-burung parkit itu
apakah juga pingin punya rumah sendiri
seperti kami?

kalangan-solo, 25 november 91

------o0o------
LINGKUNGAN KITA SI MULUT BESAR
Oleh: Wiji Thukul

lingkungan kita si mulut besar
dihuni lintah-lintah
yang kenyang menghisap darah keringat tetangga
dan anjing-anjing yang taat beribadah
menyingkiri para panganggur
yang mabuk minuman murahan

lingkungan kita si mulut besar
raksasa yang membisu
yang anak-anaknya terus dirampok
dan dihibur film-film kartun amerika
perempuannya disetor
ke mesin-mesin industri
yang membayar murah

lingkungan kita si mulut besar
sakit perut dan terus berak
mencret oli dan logam
busa dan plastik
dan zat-zat pewarna yang merangsang
menggerogoti tenggorokan bocah-bocah
yang mengulum es
limapuluh perak

kampung kalangan-solo, desember 1991

------o0o------
MEGATRUH SOLIDARITAS
Oleh: Wiji Thukul

akulah bocah cilik itu
kini aku datang kepada dirimu
akan kuceritakan masa kanak-kanakmu

akulah bocah cilik itu
yang tak berani pulang
karena mencuri uang simbok
untuk beli benang layang-layang

akulah bocah cilik itu
yang menjual gelang simbok
dan ludes dalam permainan dadu

akulah bocah cilik kurus itu
yang tak pernah menang bila berkelahi
yang selalu menangis bila bermain sepak-sepong

aku adalah salah seorang dari bocah-bocah kucel
yang mengoreki tumpukan sampah
mencari sisa kacang atom
dan sisa moto buangan pabrik

akulah bocah bengal itu
yang kelayapan di tengah arena sekaten
nyrobot brondong dan celengan
dan menangis di tengah jalan
karena tak bisa pulang

akulah bocah cilik itu
yang ramai-ramai rebutan kulit durian
dan digigit anjing ketika nonton telepisi
di rumah Bah Sabun

ya engkaulah bocah cilik itu
sekarang umurku dua puluh empat

ya akulah bocah cilik itu
sekarang aku datang kepada dirimu
karena kudengar kabar
seorang kawan kita mati terkapar
mati ditembak mayatnya dibuang
kepalanya koyak
darahnya mengental
dalam selokan

solo, 31 januari 1987

------o0o------
GUMAM SEHARI-HARI
Oleh: Wiji Thukul

di ujung sana ada pabrik roti
kami beli yang remah-remah
karena murah

di ujung sana ada tempat penyembelihan sapi
dan kami kebagian bau
kotoran air selokan dan tai

di ujung sana ada perusahaan daging abon
setiap pagi kami beli kuahnya
dimasak campur sayur

di pinggir jalan
berdiri toko-toko baru
dan macam-macam bangunan

kampung kami di belakangnya
riuh dan berjubel
seperti kutu kere kumal
terus berbiak!
membengkak tak tercegah!

jagalan, kalangan solo, 29 januari 1989

------o0o------
CATATAN HARI INI
Oleh: Wiji Thukul

aku nganggur lagi
semalam ibu tidur di kursi
jam dua lebih aku menulis puisi
aku duduk menghadap meja
ibu kelap-kelip matanya ngitung utang

jam enam sore:
bapak pulang kerja
setelah makan sepiring
lalu mandi tanpa sabun

tadi siang ibu tanya padaku:
kapan ada uang?
jam setengah tujuh malam
aku berangkat latihan teater

apakah seni bisa memperbaiki hidup?

solo, juni 86

------o0o------
REPORTASE DARI PUSKESMAS
Oleh: Wiji Thukul

barangkali karena ikan laut yang kumakan ya
barangkali ikan laut. seminggu ini
tubuhku gatal-gatal ya... gatal-gatal

karena itu dengan lima ratus rupiah aku daftarkan
diri ke loket, ternyata cuma seratus lima puluh
murah sekali oo.. murah sekali! lalu aku menunggu

berdiri. bukan aku saja. tapi berpuluh-puluh
bayi digendong. orang-orang batuk
kursi-kursi tak cukup maka berdirilah aku.

“sakit apa pak?”
aku bertanya kepada seorang bapak berkaos lorek
kurus. bersandal jepit dan yang kemudian mengaku
sebagai penjual kaos celana pakaian rombeng di pasar johar.

“batuk-pilek-pusing-sesek nafas
wah! campur jadi satu nak!”
bayangkan tiga hari menggigil panas tak tidur
ceritanya kepadaku. mendengar cerita lelaki itu
seorang ibu (40 th) menjerit gembira:
“ya ampun rupanya bukan aku saja!”

di ruang tunggu berjejal yang sakit pagi itu
sakit gigi mules mencret demam semua bersatu.
jadi satu. menunggu.

o ya pagi itu seorang tukang kayu sudah tiga hari
tak kerja. kakinya merah bengkak gemetar
“menginjak paku!” katanya, meringis.

puskesmas itu demokratis sekali, pikirku
sakit gigi, sakit mata, mencret, kurapan, demam
tak bisa tidur, semua disuntik dengan obat yang sama.

ini namanya sama rasa sama rasa.
ini namanya setiap warga negara mendapatkan haknya
semua yang sakit diberi obat yang sama!

semarang, 86

------o0o------
SAJAK KOTA
Oleh: Wiji Thukul

kota macam apa yang kita bangun
mimpi siapa yang ditanam
di benak rakyat
siapa yang merencanakan
lampu-lampu menyibak
jalan raya dilicinkan
di aspal oleh uang rakyat
motor-motor mulus meluncur
merek-merek iklan
di atap gedung
menyala

berjejer-jejer
toko roti
toko sepatu

berjejer-jejer
salon-salon kecantikan
siapa merencanakan nasib rakyat?

Pemandangan
aku pangling betul
pada ini jalan jendral Sudirman
balaikota makin berubah
sampai Slamet Riyadi-Gladag
reklame rokok berkibar-kibar
spanduk show band
pameran rumah murah
(tapi harganya jutaan!)

kehingaran jalan raya
menyolok mata
Jendral Sudirman
dihiasi slogan-slogan pembangunan
tapi kantor pos belum berubah
bank-bank dan gereja makin megah

di pojok Ronggowarsito
ada aturan baru
becak dilarang terus
(bis kota turah-turah penumpang!)

solo, desember 87

------o0o------
AKU LEBIH SUKA DAGELAN
Oleh: Wiji Thukul

di radio aku mendengar berita
katanya partisipasi politik rakyat kita sangat menggembirakan
tapi kudengar dari mulut seorang kawanku
dia diinterogasi dipanggil gurunya
karena ikut kampanye PDI

dan di kampungku ibu RT
tak mau menegor sapa warganya
hanya karena ia Golkar

ada juga yang saling bertengkar
padahal rumah mereka bersebelahan
penyebabnya hanya karena mereka berbeda tanda gambar

ada juga kontestan yang nyogok
tukang-tukang becak
akibatnya dalam kampanye banyak
yang mencak-mencak

di radio aku mendengar berita-berita
tapi aku jadi muak karena isinya
kebohongan yang tak mengatakan kenyataan
untunglah warta berita segera bubar
acara yang kutunggu-tunggu datang: dagelan!

solo, 87

------o0o------
SAJAK SETUMBU NASI SEPANCI SAYUR
Oleh: Wiji Thukul

setumbu nasi
sepanci sayur kobis
renungan hari ini
berjongkok di dapur

angan terbuka seperti layar bioskop
bising mesin
bis kota merdeka berlaga di jalan raya
becak-becak berpeluh melawan jalan raya

siapa pengatur jalan kaki
siapa pemerintah kaki lima
begitu patuh mereka diusir pergi
begitu berani mereka datang kembali

gemuruh kota menggaru benakku
berjongkok di dapur
kompor kering
kayu tempat piring-piring

gedung-gedung beranak pinak
Nyanyian Abang Becak
jika harga minyak mundhak
simbok semakin ajeg berkelahi sama bapak

harga minyak mundhak lombok-lombok akan mundhak
sandang pangan akan mundhak
maka terpaksa tukang-tukang lebon
lintah darat bank plecit tukang kredit harus dilayani

siapa tidak marah bila kebutuhan hidup semakin mendesak
seribu lima ratus uang belanja tertinggi dari bapak untuk simbok
siapa bisa mencukupi
sedangkan kebutuhan hidup semakin mendesak

maka simbok pun mencak-mencak:
“pak-pak anak kita kebacut metu papat lho!”
bayaran sekolahnya anak-anak nunggak lho!”
si Penceng muntah ngising, perutku malah sudah
isi lagi dan suk Selasa Pon ana sumbangan maneh
si Sebloh dadi manten!”

jika BBM kembali menginjak
namun juga masih disebut langkah-langkah kebijaksanaan
maka aku tidak akan lagi memohon pembangunan

nasib
kepadamu duh pangeran duh gusti
sebab nasib adalah permainan kekuasaan
lampu butuh menyala, menyala butuh minyak
perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi
namun bapak cuma abang becak!

maka apabila becak pusaka keluarga pulang tanpa membawa uang
simbok akan kembali mengajak berkelahi bapak.

solo, 1984

------o0o------
JALAN
Oleh: Wiji Thukul

aspal leleh tengah hari
silau aku oleh sinar matahari
gedung-gedung baru berdiri
arsitektur lama satu-satu hilang
dimakan pembangunan
jalan kiri kanan dilebarkan
becak-becak melompong di pinggiran
yang jalan kaki
yang digenjot
yang jalan bensin
semua ingin jalan

solo, 22 november 90

------o0o------
PASAR MALAM SRIWEDARI
Oleh: Wiji Thukul

beli karcis di loket
pengemis tua muda anak-anak
mengulurkan tangan
masuk arena corong-corong berteriak
udara terang benderang tapi sesak
di stand perusahaan rokok besar
perempuan montok menawarkan dagangannya
di stand jamu tradisionil

kere-kere di depan video berjongkok
nonton silat mandarin
di dalam gedung wayang wong
penonton lima belas orang
ada pedagang kaki lima
yang liar tak berizin
setiap saat bisa diusir keamanan

solo, 28 mei 86

------o0o------
SAJAK TIKAR PLASTIK-TIKAR PANDAN
Oleh: Wiji Thukul

tikar plastik tikar pandan
kita duduk berhadapan
tikar plastik tikar pandan
lambang dua kekuatan
tikar plastik bikinan pabrik
tikar pandan dianyam tangan
tikar plastik makin mendesak
tikar pandan bertahan
kalian duduk di mana?

solo, april 88

------o0o------
LUMUT
Oleh: Wiji Thukul

dalam gang pikiranku menggumam
seperti kemarin saja
kini los rumah yang dulu kami tempati
jadi bangunan berpagar tembok tinggi

aku jalan lagi
melewati rumah yang pernah disewa
Riyanto buruh kawan sekerjaku
ke mana lagi dia sekeluarga
rumah itu kini gantian di sewa
keluarga mbak Nina
kampung ini tak memiliki tanah lapang lagi
tanah-tanah kosong sudah dibeli orang

dalam gang
setengah gelap setengah terang
aku menemukan perumpamaan:
kita ini lumut
menempel di tembok-tembok bangunan
berkembang di pingir-pinggir selokan
di musim kemarau kering
diterjang banjir
tetap hidup

kalau keadaan berubah
perumpamaan boleh berubah
menurutmu sendiri
kita ini siapa?

kalangan solo, 8 februari 91

------o0o------
HARI INI AKU AKAN BERSIUL-SIUL
Oleh: Wiji Thukul

pada hari coblosan nanti
aku akan masuk ke dapur
akan kujumlah gelas dan sendokku
apakah jumlahnya bertambah
setelah pemilu bubar?

pemilu oo.. pilu pilu
bila hari coblosan tiba nanti
aku tak akan pergi kemana-mana
aku ingin di rumah saja
mengisi jambangan
atau mananak nasi

pemilu oo.. pilu pilu
nanti akan kuceritakan kepadamu
apakah jadi penuh karung beras
minyak tanah
gula
atau bumbu masak

setelah suaramu dihitung
dan pesta demokrasi dinyatakan selesai
nanti akan kuceritakan kepadamu

pemilu oo.. pilu pilu
bila tiba harinya
hari coblosan
aku tak akan ikut berbondong-bondong
ke tempat pemungutan suara
aku tidak akan datang
aku tidak akan menyerahkan suaraku
aku tidak akan ikutan masuk
ke dalam kotak suara itu

pemilu oo.. pilu pilu
aku akan bersiul-siul
memproklamasikan kemerdekaanku
aku akan mandi
dan bernyanyi sekeras-kerasnya

pemilu oo.. pilu pilu
hari itu aku akan mengibarkan hakku
tinggi tinggi
akan kurayakan dengan nasi hangat
sambel bawang dan ikan asin

pemilu oo.. pilu pilu
sambel bawang dan ikan asin

10 november 96

------o0o------
MERONTOKKAN PIDATO
Oleh: Wiji Thukul

bermingu-minggu ratusan jam
aku dipaksa
akrab dengan sudut-sudut kamar
lobang-lobang udara
lalat semut dan kecoa

tapi catatlah
mereka gagal memaksaku
aku tak akan mengakui kesalahanku
karena berpikir merdeka bukanlah kesalahan
bukan dosa bukan aib bukan cacat
yang harus disembunyikan

kubaca koran
kucari apa yang tidak tertulis
kutonton televisi
kulihat apa yang tidak diperlihatkan

kukibas-kibaskan pidatomu itu
dalam kepalaku hingga rontok
maka terang benderanglah
:ucapan penguasa selalu dibenarkan
laras senapan!

tapi dengarlah
aku tak akan minta ampun
pada kemerdekaan ini

11 september 96

------o0o------
PUISI MENOLAK PATUH
Oleh: Wiji Thukul

walau penguasa menyatakan keadaan darurat
dan memberlakukan jam malam
kegembiraanku tak akan berubah
seperti kupu-kupu
sayapnya tetap indah
meski air kali keruh

pertarungan para jendral
tak ada sangkut pautnya
dengan kebahagiaanku
seperti cuaca yang kacau

hujan angin kencang serta terik panas
tidak akan mempersempit atau memperluas langit
lapar tetap lapar
tentara di jalan-jalan raya

pidato kenegaraan atau siaran pemerintah
tentang kenaikkan pendapatan rakyat
tidak akan mengubah lapar
dan terbitnya kata-kata dalam diriku
tak bisa dicegah

bagaimana kau akan membungkamku?
penjara sekalipun
tak bakal mampu
mendidikku jadi patuh

17 januari 97

------o0o------
TANAH
Oleh: Wiji Thukul

tanah mestinya di bagi-bagi
jika cuma segelintir orang
yang menguasai
bagaimana hari esok kamu tani

tanah mestinya ditanami
sebab hidup tidak hanya hari ini
jika sawah diratakan
rimbun semak pohon dirubuhkan

apa yang kita harap
dari cerobong asap besi
hari ini aku mimpi buruk lagi
seekor burung kecil menanti induknya
di dalam sarangnya yang gemeretak
dimakan sapi

1989-solo

------o0o------
SAJAK TAPI SAYANG
Oleh: Wiji Thukul

kembang dari pinggir jalan
kembang yang tumbuh di tembok
tembok selokan
kupindah kutanam di halaman depan

anakku senang bojoku senang
tapi sayang
bojoku ingin nanam lombok
anakku ingin kolam ikan

tapi sayang
setelah sewa rumah habis
kami harus pergi
terus cari sewa lagi
terus cari sewa lagi

alamat rumah kami punya
tapi sayang
kamu butuh tanah

25 januari 91 – solo

------o0o------
GUNUNGBATU
Oleh: Wiji Thukul

gunungbatu
desa yang melahirkan laki-laki
kuli-kuli perkebunan
seharian memikul kerja

setiap pagi makin bungkuk
dijaga mandor dan traktor
delapan ratus gaji sehari
di rumah ditunggu
mulut perut anak istri

gunungbatu
desa yang melahirkan laki-laki
pencuri-pencuri
menembak binatang di hutan lindung
mengambil telur penyu
di pantai terlarang
demi piring nasi
kehidupan sehari-hari

gunungbatu
desa terpencil jawa barat
dipagari hutan
dibatasi pantai-pantai cantik
ujung genteng, cibuaya, pangumbahan
sulit transportasi
-jakarta dekat-
sulit komunikasi

sejarah gunungbatu
sejarah kuli-kuli
sejak kolonial
sampai republik merdeka
sejarah gunungbatu
sejarah kuli-kuli

gunungbatu
masih di tanah air ini

november 87

------o0o------
KEMERDEKAAN

Oleh: Wiji Thukul

kemerdekaan
mengajarkan aku berbahasa
membangun kata-kata
dan mengucapkan kepentingan

kemerdekaan
mengajar aku menuntut
dan menulis surat selebaran
kemerdekaanlah
yang membongkar kuburan ketakutan
dan menunjukkan jalan

kemerdekaan
adalah gerakan
yang tak terpatahkan
kemerdekaan
selalu di garis depan

Solo, 27-12-1988

------o0o------

Penyair Terkenal

starupmedia.id@gmail.com

0 Response to "Kumpulan Puisi Wiji Thukul"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel