Teman makan malam

Oleh Popy Novita

Malam itu aku duduk sendiri disebuah restoran kecil. Sambil memainkan gawai, aku menyeruput kuah mie dalam mangkok berukuran cukup besar jika itu porsiku. Sendiri, tanpa ditemani siapapun. Terkadang, aku memang lebih suka sendiri dibanding beramai-ramai.

"Boleh ikut duduk di sini?" Suara seseorang yang sudah berada di samping, menghentikanku dari menatap layar ponsel.

Aku mengangkat kepala menatapnya. Seorang wanita tinggi semampai, rambut terurai panjang dengan pakaian mini tapi pas dengan lekuk tubuhnya, dan memperlihatkan kulitnya yang putih mulus.

"Semua kursi penuh," imbuhnya karena belum ada jawaban dariku.

Aku mengerjabkan mata. "Ohh iya silahkan," jawabku kemudian.

"Terima kasih." Wanita itupun duduk di kursi ke tiga, bukan di sampingku. Meja kecil persegi ini hanya memiliki tiga kursi.

Aku mengernyit heran, kenapa harus duduk agak jauhan, padahal ada kursi kosong di sampingku.

'Cewek aneh', pikirku. Ternyata ada juga cewek aneh selain aku. Aku kira cuma diriku cewek paling aneh di dunia. Suka menyendiri, bahkan pergi makan ke restoran sendiri tanpa satupun teman. Lebih suka bergulat dengan khayalan sendiri dibanding berkumpul atau nongkrong bersama banyak teman dikeramaian.

"Kok sendirian?" tanyaku kemudian membuka pembicaraan.

Dia tersenyum simpul. "aneh ya?"

"Enggak juga. Aku juga sendiri." Aku menganduk mie dengan sumpit dan siap untuk kusantap lagi.

"Kamu kan berdua."

Mie yang siap masuk ke mulut pun terhenti, kutatap wanita itu dan tersenyum miring. "Berdua? Aku datang ke sini sendiri."

"Terus yang di samping kamu?"

Aku mengernyit, apa maksudnya? Tapi aku tidak menjawab karena sedang mengunyah.

"Kamu gak lihat yang di samping kamu? Aku kira kamu bisa lihat." Wanita itu tertawa kecil.

Aku semakin tidak mengerti maksudnya. "Maksud kamu apa sih?"

Wanita itu langsung mengeluarkan cermin persegi ukuran kecil dari tasnya. Meletakkannya di atas meja mengarah padaku. Dan aku semakin bingung dengan yang dilakukannya.

"Coba lihat deh. Perhatikan baik-baik," katanya.

Aku pun menatap lekat-lekat cermin itu. Aku langsung memicingkan mata menatap lebih dekat. Selain wajahku, ada bayangan samar-samar putih yang tengah duduk di kursi sampingku. Aku mengerjab berkali-kali memastikan apa yang kulihat itu tidaklah nyata. Namun bayangan itu sangat jelas ada, meski tak jelas bentuk rupanya.

Seketika jantungku berdetak sangat cepat. Dadaku terasa sakit. Aku tahu rasa ini. Ini adalah rasa saat aku merasakan kehadiran atau sedang melihat langsung makhluk lain. Aku menatap wanita di hadapanku, dia malah tersenyum miring dan mengangkat satu alisnya. "Bagaimana?"

Aku langsung menghempaskan tubuh pada sandaran kursi. Menarik napas panjang, melonggarkan rongga dada yang terasa sesak. Tidak berani menatap kursi di sampingku.

"Aku kira kamu bisa lihat." Wanita itu ikut menyandarkan tubuhnya, dan memasukkan kembali cerminnya ke dalam tas.

Aku menatapnya tanpa kedip. Berbagai pertanyaan ingin segera kulontarkan. Bagaimana dia bisa melihat makhluk ini? Apa dia memang bisa melihatnya? Lalu kenapa dia  dengan santainya menjelaskan keberadaan makhluk ini padaku yang bisa saja langsung histeris ketakutan. Apa dia juga tahu bahwa aku bisa merasakan hal-hal ghaib?

"Bagaimana kamu bisa melihatnya?" Akhirnya satu pertanyaan keluar dari mulutku.

Dia tersenyum dengan santainya. "Jelas aku bisa melihatnya. Karena aku juga sejenisnya ...," diujung kalimat dia seperti berbisik, sangat pelan. Tapi aku jelas mendengarnya.

Mataku langsung membulat sempurna. "Maksud kamu?!"

"Menurutmu?" Wanita itu malah menyeringai dan mengangkat bahunya, lalu mengambil daftar menu di atas meja dan membacanya.

Sedangkan aku justru bergeming di tempat. Dadaku semakin sakit, jantung seolah siap meloncat keluar. Keringat dingin seakan mengucur deras. Aku mengerjab tak percaya. Bahwa wanita cantik di hadapanku ini bukanlah manusia.

"SIAl!!!" gerutuku dalam hati. Lagi, untuk kesekian kali aku harus berhadapan dengan makhluk-mahkluk yang dengan seenak jidat bisa mengubah bentuk sesuai yang ia inginkan. Meski sudah terbiasa, tetap saja aku tidak suka.

Aku pun kembali melanjutkan makan, tanpa memperdulikan makhluk-makhluk yang bersamaku saat ini. Aku ingin menghabiskan makananku dengan sedikit lebih cepat agar bisa segera pergi dari sini.

End.
NOTE
Terimakasih kepada teman-taman yang telah mengirimkan naskahnya. Bagi teman lain yang berkenan mengirimkan naskah demi melengkapi blog kita ini dapat dikirimkan melalui:
email satukara.com@gmail.com
FB @khairulfikri.co,
WA. 085762407942

0 Response to "Teman makan malam"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel