Menikmati Nyeri Yang Masih Harum
REDUP
Pernah aku sebegitu jatuh cinta pada lelaki bernama Eji, selalu berusaha membuatnya nyaman dan disayangi.
Ketika tak ada sapa darinya, duniaku benar-benar hampa, sementara perginya menghadiahkan sakit dan luka. Bukan hanya hati, tapi juga tubuh ini.
"Apa kamu sudah melupakannya, Bi?" Sasa menatapku cemas
Aku tersenyum, menikmati nyeri yang masih harum.
"Menurutmu bagai mana?" Kuselipkan anak rambut di belakang telinga, menengok kanan-kiri untuk memastikan make up-ku terpoles sempurna.
"Tidak,"
Aku diam,
"Benar 'kan?" Dia kembali meminta jawaban
"Haha. Sudahlah lupakan, kita bukan siapa-siapa lagi, Sa." Aku beranjak dari depan cermin, lalu mendudukan diri di tepi ranjang yang sudah sedemikian rupa mereka tata.
"Bi, kamu yakin dengan keputusan ini? Menikah bukan perkara gampang, semuanya butuh pertanggungjawaban." Sasa jongkok di depanku, menggenggam tangan yang sedari tadi gemetar
"Aku yakin, Sa. Mouja lelaki baik, aku bisa menitipkan diri padanya. Dan mungkin suatu hari, hati pun bisa kupercayakan,"
"Baiklah, Bi. Tapi berjanjilah satu hal padaku, kamu tidak akan mengecewakan Mouja. Seperti katamu, dia lelaki baik, tidak pantas mendapat luka sebagai balasan."
Aku tersenyum nanar, sudah tertebak jika yang dia khawatirkan bukan aku, tapi lelaki itu. Dia menyukainya.
Kupastikan skor kita sama, Sasa. Kamu mengalihkan Eji dari duniaku dan aku mengurung diri dalam dunia Mouja, agar kamu tak bisa masuk ke dalamnya.
Tentu, kita adalah sahabat, jadi harus sama-sama hebat, sekali pun saling menjilat.
Benar kan?
Aku belajar darimu, Sa.
_
Bivisa
NOTE
Terimakasih kepada teman-taman yang telah mengirimkan naskahnya. Bagi teman lain yang berkenan mengirimkan naskah demi melengkapi blog kita ini dapat dikirimkan melalui:
email satukara.com@gmail.com
FB @khairulfikri.co,
WA. 085762407942
0 Response to "Menikmati Nyeri Yang Masih Harum"
Post a Comment