Malam Jumat Kelabu
Oleh : Haz
Hari ini tak seperti biasanya. Aku terpaksa pulang larut malam. Banyak stock barang datang hari ini. Sementara Nay, temanku bolos kerja. Mau tidak mau semua barang yang datang kutata sendirian.
Begitu selesai semua, kukunci pintu toko. Bersiap pulang. Entah datang darimana, tiba-tiba seorang perempuan sudah berdiri di sampingku.
"Hai, udah mau pulang ya?" sapanya dingin.
"Iya. Kamu siapa? Kok tahu-tahu nongol gitu aja?" tanyaku penuh selidik.
Kulirik jam di tangan, pukul 19.00. Keadaan sekitar pertokoan mulai sepi. Hanya ada satu dua orang yang terlihat masih lalu-lalang.
Tiba-tiba saja wanita di depanku itu tertawa. Tawa yang sangat nyaring. Sukses membuat bulu kudukku berdiri seketika.
"Mbak, ketawanya biasa aja napa. Nakutin tahu!" Kuberanikan diri menegur meski rasa takut terselip di hati.
"Namaku Aisy. Aku jomblowati."
Keningku berkerut. Aisy yang sedari tadi berdiri langsung duduk di boncengan sepedaku.
"Hei, mau ngapain?"
"Tolong anterin aku pulang ...."
"Dimana?"
"Jalan aja. Ntar aku kasih tahu petunjuk jalannya."
Aku pun mengayuh sepeda menyusuri jalanan sesuai petunjuk Aisy. Meski masih bingung, namun aku turuti permintaannya. Sepanjang perjalanan kami terdiam. Tak ada sepatah katapun yang terucap.
"Depan, belok kiri," seru Aisy memecah keheningan.
Tiba-tiba hawa dingin kurasakan di tengkuk. Sepeda yang kukayuh memasuki gang sempit. Perasaanku mulai tak enak.
"Rumahmu dimana Aisy?"
"Di ujung gang."
Aku terus mengayuh. Tanpa terasa kami hampir sampai di ujung gang. Sepeda yang sedari tadi terasa ringan tetiba terasa berat. Seperti ada beban besar di boncengan belakang. Pikiranku mulai tak tenang.
Meski takut, aku paksakan untuk tetap mengantarkan Aisy. Kakiku semakin cepat mengayuh sambil merapalkan doa-doa yang aku ingat. Sayup kudengar orang memanggil-manggil.
Sebuah tepukan di pundak nyaris membuatku berteriak.
"Neng, mau kemana? Dipanggil kok diem aja?"
Aku beranikan diri menoleh. Terlihat seorang bapak berpakaian hansip. Membawa tongkat, sementara tangan yang satu memegang boncengan sepedaku.
"Ini Pak, mau nganterin teman. Rumahnya di ...." Aku terdiam. Nyaris tak bisa mengeluarkan perkataan lagi. Setelah sadar bahwa Aisy sudah tak ada di belakang.
Jantungku berdegup berkali-kali lebih cepat. Keringat dingin mulai menetes di peluh. Bulu kudukku berdiri. Perlahan aku memberanikan diri melihat Bapak hansip tadi.
Wajahnya yang teduh seketika menjadi pucat, bersimbah darah. Menyeringai ke arahku. Refleks aku turun dari sepeda. Membantingnya ke sembarang arah, dan berlari secepat mungkin. Dari sudut mataku masih sempat kulihat sesosok wanita berpakaian serba putih tengah berdiri di depan gerbang pemakaman.
Ternyata rumah di ujung gang yang dimaksud Aisy tadi adalah sebuah pemakaman.
End.
NOTE
Terimakasih kepada teman-taman yang telah mengirimkan naskahnya. Bagi teman lain yang berkenan mengirimkan naskah demi melengkapi blog kita ini dapat dikirimkan melalui:
email satukara.com@gmail.com
FB @khairulfikri.co,
WA. 085762407942
0 Response to "Malam Jumat Kelabu"
Post a Comment