Kereta

Oleh : Izha Fiqhel

Hari ini, untuk pertama kalinya aku naik kereta. Perasaan was-was mulai merasuki. Beberapa calon penumpang memadati stasiun.

Tas aku dekap, mataku mengitari segala sudut. Berharap ada sesosok yang sedang kutunggu. Kulirik arloji, sepuluh menit lagi kereta tujuanku datang.

"Hei!"

Ini dia, pria yang kutunggu. Sepertinya habis berlari, dia mengatur napas yang memburu.

"Kirain aku gak datang," ucapku.

"Datang dong, aku kan udah janji." Tanganku digenggamnya. Berjalan mendekati tempat duduk yang tak jauh dari loket.

"Aku udah beli tiketnya," kataku memberikan selembar kertas.

"Oke, thanks."

Dia menarik kepalaku untuk bersandar di dada bidangnya. Terdengar jelas debaran jantung Radit. Begitu nyaman. Masih kuingat terakhir melakukan ini, dua bulan lalu.

"Aku merindukanmu, Dit." Kurasakan kecupan hangat di puncak kepala.

"Aku juga. Eh, itu keretanya udah datang. Ayo!"
Dengan sigap aku dan Radit menaiki gerbong kereta. Kami memilih tempat duduk paling belakang. Deretan kursi depan kami kosong. Begitu pun kursi di sebelah kanan kami. Radit menyimpan tas di bagasi atas.

"Mana tasmu, sini!" Aku menurut. Dia duduk di sebelahku. Sejenak kami saling pandang, melempar senyum. Lalu, hangat dia mengecup kening. Radit merangkul bahu, mencium pipiku berkali-kali. Geli.

"Aku kangen, kangen kamu, Mutia ...."

"Aku juga."

"Tidak ada yang bisa misahin kita lagi. Aku Sunda, dan kamu Jawa, bukan alasan mereka menyuruh kita bercerai. Aku dan kamu sudah resmi suami istri. Ke mana aku pergi, ikutlah denganku, Mutia," pintanya. Aku hanya mengangguk. Mengeratkan tangan yang melingkar di tubuhnya.

Ibu, Ayah, maafkan anakmu ini.
Aku mencintai Radit yang tak lain suamiku. Kenapa, dahulu Ayah Ibu merestui kami, saat Radit belum bercerita tentang latar belakang keluarganya? Lantas, kenapa dengan pria keturunan Sunda yang menikahi gadis keturunan Jawa? Salahkah?

Buliran air mata membasahi pipi.

"Aku berharap, setelah kereta ini berhenti, kita dapat memulai rumah tangga yang sakinah mawaddah warrohmah. Iya, Dit?" Kepalaku mendongak, menatapnya.

"Iya, Sayang," jawabnya. Lalu, mengecup bibirku.

Kereta terus melaju, menuju tempat tujuan kami. Yogyakarta.

NOTE
Terimakasih kepada teman-taman yang telah mengirimkan naskahnya. Bagi teman lain yang berkenan mengirimkan naskah demi melengkapi blog kita ini dapat dikirimkan melalui:
email satukara.com@gmail.com
FB @khairulfikri.co,
WA. 085762407942

0 Response to "Kereta"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel