Ilmu dan Rindu

Pada purnama yang ke sekian, rindu masih menjadi tema harian.
Kadang kutulis dalam buku, atau hanya sekadar gumam di balik sendu.

Aku tak pernah menyesal di titipkan di sini, di tempat manusia mencari sebuah arti. Hanya saja, rindu yang tak ada habisnya membuat diri ini dilema.

Aku ingin pulang, dipeluk sayang, lalu tidur penuh tenang.
Bukan seperti sekarang, yang ingin bermalas-malasanpun ditatap garang.

Ayah, ibu, tidakkah merindukanku? Atau barang kali ingin mengomel seperti dulu?

Sebenarnya hari-hariku menyenangkan, meski selalu ada hal yang membuat kewalahan. Berebut kamar mandi misalnya, atau ketika sandal raib entah oleh siapa.

Dan aku mulai bingung, sudut hati bagian mana yang harus kujabarkan.

Senang mendapat lebih banyak teman atau rindu kampung halaman?

Bahagia bisa belajar penuh cinta atau sedih karena tak ada sapa dengan teman lama?

Ah, semuanya sama. Sama-sama membuat degupku tak seirama, terlebih jika mengingat tentang dia. Seseorang yang namanya menjadi bagian dari doa.

Baik, untuk ilmu yang nantinya akan sangat membantu, rindu ini akan kutabung dulu. Biarkan menumpuk atau bahkan lapuk.

Percaya saja, jika tiap-tiap manusia memiliki takdirnya. Baik-buruk selalu berimbang, begitu pun tangis dan tawa yang akan terus terulang.

Oh, Tuhan.
Kuatkan boneka kecilMu ini, jangan biarkan dia lalai dan lupa jika suatu hari akan menjadi bangkai.
_
Bivisa

0 Response to "Ilmu dan Rindu"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel