Bolehkah Kita Bertengkar Seperti Dulu
Barusan aku membuka buku usang perhalaman, di sana banyak sekali kenangan. Tawa, luka, juga wajah-wajah manis yang pernah menggambar dan menghapus tangis.
Aku mulai berpikir banyak yang berubah di antara kita, semisal hilangnya cerita panjang dan tawa riang.
Ke manakah mereka, sayang?
Boleh aku merindukan sesuatu yang hilang? Berharap satu-persatu akan pulang.
Untuk sejenak aku ingin bermalas-malasan, tidak beranjak dari khayal menyenangkan.
Mungkinkah hari yang indah akan kita temukan? Barangkali untuk sekadar berjabat tangan, atau menikmati cemilan di bawah hujan?
Aku rindu, dan ini yang kesekian.
Mungkin benar, tak akan ada sapa yang hangatnya sama setelah sebuah perpisahan. Setinggi apa bermimpi, tetap jatuh di bawah kaki. Terinjak dan sesak.
Kadang, aku ingin menyapa lebih dulu. Menawarkan secangkir kopi untuk di nikmati. Tapi urung, sebab ada takut yang meraung.
Kamu tahu 'kan bagai mana rasanya tak mau terluka, tapi ingin bersama?
Ini bukan tentang satu-dua, tapi banyak jiwa.
Dia, gadis itu, mereka, dan mungkin kamu yang tak tahu hadirnya selalu kutunggu.
Tetaplah baik-baik saja, sepertiku yang selalu tertawa. Meski terkadang hanya pura-pura. Setidaknya tidak akan ada hati yang cemas karena kita.
Hey!
Aku sayang kamu, kalian maksudku.
Bolehkah kita bertengkar seperti dulu?
Aku rindu.
---
Bivisa
0 Response to "Bolehkah Kita Bertengkar Seperti Dulu"
Post a Comment