SUMBANG (1983)
SUMBANG (1983)
Ian Antono dan
Abadi Soesman menjadi musisi pendukung dalam album ini, menjadikan warna baru
dalam lagu-lagu Iwan Fals. Lirik lagu Iwan sedikit melunak dan lebih banyak
kearah percintaan namun tetap dalam lirik yang gamblang. Hanya lagu ‘Sumbang’
yang lebih keras lirik protesnya. Sepertinya Iwan Fals memprotes tekanan pada
dirinya setelah peredaran album ‘Opini’. Lagu ini benar-benar lagu
pemberontakan jiwa Iwan yang disajikan dengan lirik vulgar dan panas. Musik
yang ada sedikit ‘dangdut’ nya cepat diterima pendengar dan mudah diingat. Dan
ada lagu ‘Celoteh Camar Tolol Dan Cemar’ yang menceritakan tenggelamnya kapal
penumpang Tampomas II. Ada kesalahan cetak dalam album ini yaitu lagu “Jendela
Kelas I’, seharusnya judul hanya Jendela Kelas namun ketambahan angka I (satu),
maksudnya angka I (satu) tersebut adalah editing pertama.
Dan lagi-lagi
album ini menjadi kontroversi, dan Iwan tetap saja diawasi dengan pemerintah.
coretan dinding |
Album ini berisi
lagu-lagu ‘Sumbang’, ‘Kereta Tiba Pukul Berapa’, ‘Semoga Kau Tak Tuli Tuhan’,
‘Puing’, ‘Jendela Kelas I’, ‘Berikan Pijar Matahari’, ‘Siang Pelataran SD
Sebuah Kampung’, ‘Asmara Tak Secengeng Yang Aku Kira’, ‘Celoteh Camar Tolol Dan
Cemar’.
Lirik
Sumbang
Kuatnya belenggu
besi
Mengikat kedua
kaki
Tajamnya ujung
belati
Menujam di ulu
hati
Sanggupkah tak
akan lari walau akhirnya
Pasti mati
Di kepala tanpa
baja di
Tangan tanpa
senjata
Akh itu soal
biasa yang
Singgah di depan
mata kita
Lusuhnya kain
bendera di
Halaman rumah
kita
Bukan satu
alasan untuk kita tinggalkan
Banyaknya
persoalan yang datang tak
Kenal kasian
menyerang dalam gelap
Memburu kala
haru dengan
Cara main kayu
Tinggalkan bekas
biru lalu
Pergi tanpa ragu
Setan-setan
politik kan datang mencekik
Walau dimasa
pacekik tetap mencekik
Apakah slamanya
politik itu kejam
Apakah selamanya
dia datang
Tuk menghantam
Ataukah memang
itu yang sudah
Digariskan
Menjilat,
menghasut, menindas
Memperkosa hak-hak
sewajarnya
Maling teriak
maling sembunyi balik
Dinding pengecut
lari terkencing-kencing
Tikam dari
belakang lawan lengah
Diterjang lalu
sibuk mencari kambing
Hitam
Selusin kepala
tak berdosa
Berteriak hingga
serak didalam ngeri
Yang congkak
lalu senang dalang
Tertawa he he he
he
Kereta Tiba Pukul Berapa
Hilang sabar
dihati dan tak terbendung lagi
Waktu itu
Lama memang
kutunggu kedatanganmu
Sobat karibku
Datang telegram
darimu
Dua hari yang
lalu
Tunggu aku
Di stasiun
kereta itu pukul satu
Ku pacu sepeda motorku
Jarum jam tak
mau menunggu
Maklum rindu
Traffic light
aku lewati
Lampu merah tak
peduli
Jalan terus
Di depan ada
polantas
Wajahnya begitu
buas
Tangkap aku
Tawar menawar
harga pas tancap gas
Sampai stasiun
kereta
Pukul setengah
dua
Duduk aku menunggu
Tanya loket dan
penjaga
Kereta tiba
pukul berapa
Biasanya...kereta
terlambat
Dua jam mungkin
biasa
Dua jam cerita
lama
Semoga Kau Tak Tuli Tuhan
Begitu halus
tutur katamu
Seolah lagu
termerdu
Begitu indah
bunga-bungamu
Diatas karya
sulam itu
Tampilkan
kebajikan seorang ibu
Dengarlah detak
jantung Benihku
yang ku tanam
dirahim mu
seakan pasrah
akan menerima
Semua warna yang
kita punya
Segala rasa yang
kita bina
Ku harap
kesungguhanmu
Kaitkan jiwa
bagai sulam dikarya itu
Ku harap
keikhlasanmu
Sirami benih
yang ku tabur ditamanmu
Oh jelas
Rakit pagar
semakin kuat tak goyah
Walau diusik
unggas
Pintaku pada
Tuhan mulia
Jauhkan sifat
yang manja
Bentuklah segala
warna jiwanya
Di antara
lingkup manusia
Di arena yang
bau busuknya luka
Bukakan mata
pandang dunia
Beri watak baja
padanya
Kalungkan tabah
kala derita
Semoga kau tak
tuli Tuhan
Dengarlah pinta
kami sebagai orangtuanya
Puing
Puing berserakan
di segenap penjuru
Bekas
pertempuran
Bau amis darah
sisa asap mesiu
Sesak nafasku
Mayat-mayat
bergeletakan
Tak terkubur
dengan layak
Dan
burung-burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Di ujung sana
banyak orang kelaparan
Ujung lainnya,
wabah busung menyerang
Di sudut sana
banyak orang kehilangan
Sudut lainnya
bayi bertanya bimbang:
"mama kapan
ayah pulang?"
"mama sebab
apa perang?"
Mayat-mayat
bergeletakan
Tak terkubur
dengan layak
Dan
burung-burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Banyak jatuh
korban
Dari mereka yang
tak mengerti apa-apa
Suara tangis
terdengar dari bekas reruntuhan
Seorang ibu muda
yang baru melahirkan
Lama meratapi
sesosok tubuh mayat suaminya
Dan burung
burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Tinggi peradaban
teknologi berkembang
Senjata hebat
terciptakan
Sarana
pembantaian semakin bisa diwujudkan
Oh,
mengerikan..........
Berhentilah...
Jangan salah
gunakan
Kehebatan ilmu
pengetahuan untuk menghancurkan.....
Dan burung
burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Jendela Kelas I
Duduk dipojok
bangku deretan belakang
Didalam kelas
penuh dengan obrolan
Slalu mengacau
laju hayalan
Dari jendela
kelas yang tak ada kacanya
Dari sana pula
aku mulai mengenal
Seraut wajah
berisi lamunan
Bibir merekah
dan merah selalu basah
Langkahmu tenang
kala engkau berjalan
Tinggi semampai
gadis idaman
Reff:
Kau datang
membawa
Sebuah cerita
Darimu itu pasti
lagu ini tercipta
Darimu itu pasti
lagu ini tercipta
Dari jendela
kelas yang tak ada kacanya
Tembus pandang
kekantin bertalu rindu
Datang mengetuk
pintu hatiku
Berikan Pijar Matahari
Terhimpit gelak
tertawa
Diselah meriah
pesta
Seribu gembel
ikut menari
Seribu gembel
terus bernyanyi
Keras melebihi
lagu tuk berdansa
Keras melebihi
gelegar halilintar
Yang ganas
menyambar
Kuyakin pasti
terlihat
Dansa mereka
begitu dekat
Kuyakin pasti terdengar
Nyanyi mereka
yang hingar bingar
Seolah kita
tidak mau mengerti
Seolah kita
tidak mau perduli
Pura buta dan
pura tuli
Mari kita
hentikan
Dansa mereka
Dengan memberi
pijar matahari
Dengan memberi
pijar matahari
Terkurung gedung
gedung tinggi
Wajah murung
yang hampir mati
Biarkan mereka
iri
Wajar bila
mencaci maki
Napas terasa
sesak bagai terkena asma
Nampak merangkak
degup jantung keras berdetak
Setiap detik
sepertinya hitam
Tak sanggup aku
melihat
Lukamu kawan
dicumbu lalat
Tak kuat aku
mendengar
Jeritmu kawan
melebihi dentum meriam
Siang Pelataran SD Sebuah Kampung
Sentuhan angin
waktu siang
Kibarkan satu
kain bendera usang
Di halaman
sekolah dasar
Di tengah hikmat
anak desa nyanyikan lagu bangsa
Bergemalah
Tegap engkau
berdiri walau tanpa alas kaki
Lantang suara
anak anak disana
Kadar cinta
mereka tak terhitung besarnya
Walau tak
terucap namun bisa kurasa
Bergemalah
Ya ha ha hau
Harapan tertanam
Ya ha ha hau
Tonggak bangsa
ternyata tak tenggelam
Dengarlah nyanyi
mereka kawan
Melengking
nyaring menembus awan
Lihatlah cinta
bangsa di dadanya
Peduli usang
kain bendera
Asmara Tak Secengeng Yang Aku Kira
Bekas tapak
tapak sepatu
Yang kupakai
selalu ikuti
Kemana ku
berjalan
Debu dan
keringat
Yang ada diatas
kulit tubuh ini
Saksi bisu
bahwasannya
Tak mudah dan
tak segampang
Yang selama ini
aku sangka tentang asmara
Cermin di segala
tempat
Sahabat terdekat
Tak pernah
terlambat
Menampung setiap
ungkapan
Mendekap semua
keluhan
Meraih suka
Menangkap tawa
Merebut duka
Satu cerita dua
manusia
Terlibat dalam
amuk asmara
Satu cerita yang
memang ada
Tak mungkin mati
jelas abadi
Selama manusia
hidup dalam alam ini
Maafkan kalau ku
salah duga
Ternyata asmara
itu
Tak mudah tak
gampang dan tak secengeng
Yang kukira yang
kusangka
Celoteh Camar Tolol Dan Cemar
Api menjalar
dari sebuah kapal
Jerit ketakutan
Keras melebihi
gemuruh gelombang
Yang datang
Sejuta lumba
lumba mengawasi cemas
Risau camar
membawa kabar
Tampomas
terbakar
Risau camar
memberi salam
Tampomas Dua
tenggelam
Asap kematian
Dan bau daging
terbakar
Terus
menggelepar dalam ingatan
Hatiku rasa
Bukan takdir
tuhan
Karena aku yakin
itu tak mungkin
Korbankan
ratusan jiwa
Mereka yang
belum tentu berdosa
Korbankan
ratusan jiwa
Demi peringatan
manusia
Korbankan
ratusan jiwa
Mereka yang
belum tentu berdosa
Korbankan
ratusan jiwa
Demi peringatan
manusia
Bukan bukan itu
Aku rasa kita
pun tahu
Petaka terjadi
Karena salah
kita sendiri
Datangnya
pertolongan
Yang sangat
diharapkan
Bagai rindukan
bulan
Lamban engkau
pahlawan
Celoteh sang
camar
Bermacam alasan
Tak mau kami
dengar
Di pelupuk mata
hanya terlihat
Jilat api dan
jerit penumpang kapal
Tampomas sebuah
kapal bekas
Tampomas
terbakar di laut lepas
Tampomas tuh
penumpang terjun bebas
Tampomas beli
lewat jalur culas
Tampomas hati
siapa yang tak panas
Tampomas kasus
ini wajib tuntas
Tampomas koran
koran seperti amblas
Tampomas
pahlawanmu kurang tangkas
Tampomas cukup
tamat bilang naas
----ooo----
satukara.blogspot.com
0 Response to "SUMBANG (1983)"
Post a Comment