SORE TUGU PANCORAN (1985)
Masih bersama
Willy Soemantri, album ini meledak dipasaran. Karena muncul bersamaan dengan
film yang dibintangi Iwan Fals dengan judul ‘Damai Kami Sepanjang Hari’. Film
ini bercerita tentang kehidupan pengamen yang menjadi sukses rekaman dan diisi
dengan lagu-lagu Iwan. Kurang lebih menceritakan kehidupan sesungguhnya Iwan
Fals meskipun ada bumbu-bumbu pemanis sedikit. Album ini secara tidak langsung
dapat dikatakan menjadi soundtrack film tersebut. Album ini seperti menjadi
jawaban Iwan terhadap teguran pemerintah, lirik dalam album ini biasa-biasa
saja, tidak begitu menggigit seperti album terdahulu. Lebih banyak pada unsur
komersil seperti percintaan, namun itulah yang laku. Rupanya Musica ingin
mengimbangi pasar yang saat itu memang sedang demam percintaan. Ada lagu yang
sedikit ‘nakal’ namun hanya dirasakan sedikit orang yaitu lagu ‘Ujung Aspal
Pondok Gede’ yang berkisah tentang penggusuran. ‘Sore Tugu Pancoran’ bercerita
tentang anak sekolah yang menjadi penjual koran. Jadi hanya menyentuh sedikit
kalangan. Tetapi lagu percintaan-lah yang menjadi hits di radio-radio seperti
lagu ‘Yang Tersendiri’ karya Tommy dan Marie.
Lagu-lagunya
adalah ‘Sore Tugu Pancoran’, ‘Aku Antarkan’, ‘Ujung Aspal Pondok Gede’, ‘Tince
Sukarti Binti Machmud’, ‘Yang Tersendiri’, ‘Angan dan Ingin’, ‘Berapa’, ‘Damai
Kami Sepanjang Hari’, ‘Intermezo’, ‘Cik’.
Lirik
Sore Tugu Pancoran
Si budi kecil
kuyup menggigil
Menahan dingin
tanpa jas hujan
Di simpang jalan
tugu pancoran
Tunggu pembeli
jajakan koran
Menjelang
maghrib hujan tak reda
Si budi murung
menghitung laba
Surat kabar sore
dijual malam
Selepas isya
melangkah pulang
Anak sekecil itu
berkelahi dengan waktu
Demi satu impian
yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu
tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan
karang, lemas jarimu terkepal
Cepat langkah
waktu pagi menunggu
Si budi sibuk
siapkan buku
Tugas dari
sekolah selesai setengah
Sanggupkah si
budi diam di dua sisi
Aku Antarkan
Aku antar kau
Sore pukul lima
Laju roda dua
Seperti malas
tak beringas
Langit mulai
gelap
Sebentar lagi
malam
Namun kau harus
kembali
Tinggalkan kota
ini
Saat lampu lampu
mulai dinyalakan
Semakin erat
lingkar lenganmu di pinggangku
Jarak bertambah
dekat dua kelok lagi
Stasiun bis
antar kota pasti terlihat
Tak terasa
seminggu
Sudah engkau di
pelukku
Tak terasa
seminggu
Alangkah
cepatnya waktu
Tak terasa
seminggu
Rakus kulumat
bibirmu
Tak terasa
seminggu
Tak bosan kau
minta itu
Tiba di tujuan
Mesin ku matikan
Jariku kau
genggam
Seakan enggan
kau lepaskan
Saat lampu lampu
mulai dinyalakan
Semakin erat
lingkar lenganmu di pinggangku
Jarak bertambah
dekat dua kelok lagi
Stasiun bis
antar kota pasti terlihat
Tak terasa
seminggu
Sudah engkau di
pelukku
Tak terasa
seminggu
Alangkah
cepatnya waktu
Tak terasa
seminggu
Rakus kulumat
bibirmu
Tak terasa
seminggu
Tak bosan kau
minta itu
Ujung Aspal Pondok Gede
Di kamar ini aku
dilahirkan
Di bale bambu
buah tangan bapakku
Di rumah ini aku
dibesarkan
Dibelai mesra
lentik jari ibuku
Nama dusunku
ujung aspal pondok gede
Rimbun dan
anggun
Ramah senyum
penghuni dusunku
Kambing sembilan
motor tiga
Bapak punya
Ladangnya luas
habis sudah sebagai gantinya
Sampai saat
tanah moyangku
Tersentuh sebuah
rencana
Demi serakahnya
kota
Terlihat murung
wajah pribumi
Terdengar
langkah hewan bernyanyi
Di depan masjid
Samping rumah
wakil pak lurah
Tempat dulu kami
bermain
Mengisi cerahnya
hari
Namun sebentar
lagi
Angkuh tembok
pabrik berdiri
Satu persatu
sahabat pergi
Dan tak kan
pernah kembali
Tince Sukarti Binti Machmud
Tince sukarti
binti mahmud
Kembang desa
yang berwajah lembut
Kuning langsat
warna kulitnya maklum
Ayah arab ibunda
cina
Tince sukarti
binti mahmud
Ikal mayang
engkau punya rambut
Para jejaka
takkan lupa
Kerling nakal
karti memang menggoda
Jangankan lelaki
muda terpesona yang
Tua jompopun
gila
Sejuta cinta
antri dimeja berada
Sukarti hanya
tertawa
Bibirmu hidungmu
indah menyatu
Tawamu suaramu
terdengar merdu
Tince sukarti
hooby memang dia
Bernyanyi
Qasidah rock
& roll
Dangdut
keroncong ia kuasai...
Tince sukarti
ingin menjadi
Seorang penyanyi
Primadona beken
neng karti selalu
Bermimpi
Ibu bapaknya
enggan memberi restu
Walau sang anak
merayu
Tince sukarti
dasar kepala batu
Kemas barang dan
berlalu
Tince sukarti
berlari mengejar mimpi
Janji makelar
penyanyi orbitkan sukarti
Jani sukarti
hati persetan harga diri
Kembang desa
layu tak lagi wangi
Seperti dulu
Yang Tersendiri
Terhempas ku
terjaga
Dari lingkar
mimpi
Pada titik sepi
Suaramu
terngiang
Menembus
khayalku
Yang juga
tentangmu
Dan ku akui
tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya
keakuanku bersumpah
Ku cinta kau
Bayangmu
menghantui
Setiap gerakku
Dan kemauanku
Dahagaku akanmu
Matikan emosi
Juga ambisiku
Dan ku akui
tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya
keakuanku bersumpah
Ku cinta kau
Angan dan Ingin
Sambil tersenyum
dan tanpa beban
Sepanjang jalan
menarik perhatian
Rambutnya
panjang
Rampingnya
pinggang
Celana blue
jeans mengukir tubuhnya sempurna
Tua muda
berangan melihatnya
Seperti aku
ingin bersamanya
Tapi sayangnya
Angan dan ingin
Seperti angin
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Melayang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menggoyang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menantang
Tiada habisnya
Tiada hentinya
Sehingga hujan
turun mengecewakan
Berapa
Berapa jauh
seorang lelaki
Tempuh jarak
lalu jalan mendaki
Berapa cepat
seorang lelaki
Tanpa keluh
sigap dia berlari
Berapa dalam
seorang lelaki
Selami lautan
demi tepati janji
Berapa keras
seorang lelaki
Pecahkan cadas
di atas kaki sendiri
Damai Kami Sepanjang Hari
Hangat mentari
pagi ini
Antar ku pulang
dari bermimpi
Ramah tersenyum
matahari
Inginkan aku tuk
bernyanyi
Indah pagi ini
Nada sumbang
enyahlah kau
Biarkan kami
Perlahan kau
bangunkan aku
Antarkan segelas
kopi ( kopi susu )
Dengar canda
adik adikmu
Inginkan aku
segera bersatu
Indah pagi ini
Nada sumbang
enyahlah kau
Biarkan kami
Semoga akan
tetap abadi
Pagi ini
Pagi esok
Esok hari
Hari nanti
Semoga tak kan
pernah berhenti
Canda hari (
pagi )
Canda pagi (
hari )
Damai kami
Sepanjang hari
Intermezo
Katanya malam
sepi
Ternyata malam
tak sepi
Malam katanya
sama
Ternyata malam
tak sama
Didesaku
dikotamu
Memang ada malam
Dihatimu
dihatiku
Malam memang ada
Namun malammu
tak sama malamku
Namun hatimu tak
sama hatiku
Pahamkah kau
ceritaku tantang malam
Malam didesaku
nyanyi jangkrik merdu
Malam dikotamu
keluh kesah bertalu
Malam dihatiku
tetap gelap tak terang
Malam dihatimu
gelap jadi bumerang
Sukur...
Oh ya, disini
jurang kita
Dalam...dalam
teramat dalam
Seperti gelapnya
malam
Di heningnya
malam
Di redupnya
sinar
Satu rembulan
berjuta bintang
Ayun kaki
membelah sepi
Iring angan
hidup punya arti
Seorang lelaki
coba sembunyi
Kala keseribu
teguk
Hanguslah
problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang
pemabuk
Kepada dunia
yang remehkan dia
Kepada dunia
yang remehkan dia
Hembus angin
lewat
Belai tubuh
penat
Seorang lelaki
bergumul pekat
Bosan kadang
singgah
Di jiwa yang
lelah
Kadang ada jemu
Sekejap berlalu
Kala keseribu
teguk
Hanguslah
problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang
pemabuk
Kepada dunia
yang remehkan dia
Kepada dunia
yang remehkan dia
Cik
Cepat kemari
calon istriku
Ajarkan aku
setiap pagi
Kucium mesra
bibirmu
Larilah dekap
tubuhku erat
Otakku buntu aku
tak tahu
Hadapi soal
serupa itu
Nona cantik
calon istriku tolonglah aku
Pikat hatiku
dengan tingkahmu
Sebelum kita
siap arungi
Lautan luas
penuh tantangan
Tampak perahu
kecil kita menunggu di dermaga
Riak gelombang
suatu rintangan
Ingat itu pasti
kan datang
Karang tajam
sepintas seram
Usah gentar
bersatu terjang
Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam
jarimu
Kecup mesra
hatiku
Rintangan
kuyakin pasti berlalu
Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam
jarimu
Kecup mesra
hatiku
Rintangan
kuyakin pasti berlalu
Riak gelombang
suatu rintangan
Ingat itu pasti
kan datang
Karang tajam
sepintas seram
Usah gentar
bersatu terjang
Cepat kemari
calon istriku
Ajarkan aku
setiap pagi
Kucium mesra
jidatmu
Larilah dekap
tubuhku erat
Otakku buntu aku
tak tahu
Hadapi soal
serupa itu
Nona cantik
calon istriku tolonglah aku
Pikat hatiku
dengan tingkahmu
Sebelum kita
siap arungi
Lautan luas
penuh tantangan
Tampak perahu
kecil kita menunggu di dermaga
----ooo----
0 Response to "SORE TUGU PANCORAN (1985)"
Post a Comment