Gadis Tidak Gadis
Gadis baru saja beringsut dari tempat tidur. Mengingat peristiwa yang menimpanya semalam. Perih, itu yang ia rasakan di area kewanitaannya.
Laki-laki yang sudah dianggap Ayah sendiri telah merenggut paksa kegadisannya. Ia menangis lagi di sudut kamar. Memeluk lutut erat. Meraung-raung seperti kesetanan. Memukul kepala berkali-kali.
Tak ada yang mendengarnya. Rumah ini telah sepi. Bu Salma sudah satu tahun menjadi TKW. Sedangkan Pak Joko, lelaki yang tega merusak masa depannya pergi entah kemana.
Ia diadopsi dari panti asuhan karena pasangan ini tak jua diberi keturunan. Usia dua belas tahun Gadis resmi diangkat menjadi anak mereka.
Dengan langkah perlahan Gadis menuju kamar mandi. Tekadnya bulat. Dia harus pergi.
Hanya beberapa helai baju ia masukan ke dalam tas jinjing. Tujuannya satu, ke tempat panti asuhan yang dulu merawatnya.
Kini Gadis sudah berusia 20 tahun. Tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Wajah khas timur tengah membuat siapa saja akan terpesona.
***
Memakan waktu dua jam untuk sampai di tempat masa kecil Gadis.
Dengan langkah gontai, ia melewati gerbang itu dan berdiri tepat di depan pintu. Setelah menguruk salam. Bu Sarah pemilik panti bertanya. Mengingat-ngingat perempuan yang berada di hadapannya.
"Bu, aku Gadis. Gadis Dahlia."
"Ya Allah, Nak ...." Mereka berpelukan cukup lama. Melepas rindu setelah bertahun-tahun terpisah. Gadis dipersilakan masuk. Disuguhkan secangkir teh manis. Gadis meneguknya.
Usai bercerita tentang kehidupan bersama keluarga Pak Joko. Tiba saatnya ia menceritakan tragedi menjijikkan.
Bu Sarah tak menyangka Pak Joko tega melakukan hal sebejat itu. Dipeluknya tubuh Gadis yang berguncang karena menangis.
"Astaghfirullah ... sabar, Sayang. Tinggallah bersama kami kembali." Pelukan Gadis semakin erat.
***
Keseharian Gadis dipenuhi rasa cemas. Ia khawatir Pak Joko datang ke Panti. Sudah tiga bulan dia meninggalkan Ayah angkatnya.
Suatu hari, ada seorang pemuda yang ingin menemuinya. Ia adalah Reza teman semasa kecil waktu sama-sama di panti.
Usia Reza lebih tua enam tahun.
Reza diadopsi oleh keluarga dokter. Tak heran jika sekarang ia pun mengikuti jejak orang tua angkatnya.
Sebelum bertemu Gadis, Bu Sarah terlebih dahulu menceritakan masalah yang dialami oleh sahabat kecilnya itu. Tangan Reza mengepal, menahan amarah.
"Apa perlu kita laporkan, Bu?"
"Gak usah. Gadis tidak mau memperpanjang perkara ini."
"Reza ingin bertemu Gadis, Bu. Di mana ia?"
"Gadis ada di taman belakang. Temuilah."
Tanpa berpikir panjang, Reza meninggalkan Ibu berkacamata yang usianya sudah lebih dari setengah abad. Bu Sarah menghela napas, berharap Reza dapat menghibur gadis malang itu.
Terlihat seorang perempuan duduk sambil membaca buku di pojokkan taman dekat arena permainan anak-anak.
Suasana panti masih sepi. Anak-anak masih di sekolah.
Reza mengembangkan senyuman. Dia kenal betul gadis yang berambut ikal, kulit coklat dan memiliki hidung mancung.
Jantungnya berdebar saat berdiri di sisi gadis yang selama ini ia rindukan.
"Adek ...," lirih Reza memanggilnya. Gadis menoleh lalu berdiri. Mereka saling tatap kemudian melepas rindu. Berpelukan.
"Abang ...." Suara Gadis bergetar di sela isak tangis. Dilepasnya pelukan. Mereka duduk. Gadis masih sesegukan. Tak ada kata yang terucap.
"Kita akan hidup bersama, Dek. Menikahlah denganku."
"Tapi, Bang. Aku sudah --"
"Abang sudah tau. Hiduplah denganku."
"Walau aku tidak gadis?"
"Iya."
____
End.
Izha Fiqhel
0 Response to "Gadis Tidak Gadis"
Post a Comment