My Barby
Oleh : Izha Fiqhel
"Meong ... meong ... meong ...." suara Barby membangunkanku. Aku menggeliat.
"Pagi Barby ...."
Barby, nama kucingku. Berbulu putih hitam, cantik, dan menggemaskan. Seperti biasa, jam 4 subuh dia selalu mengeong-ngeong. Seolah sudah hafal betul waktu. Satu hal yang kurang aku suka, Barby selalu beranak.
"Barby, jadi cewek kudu bisa jaga diri. Jangan gampangan. Kamh mah, asal habis berantem pasti bunting," ucapku sambil ngelus-ngelus perutnya yang sudah membesar.
"Meong ... meong ...." sahut Barby. Seolah mengerti ucapanku.
Beberapa hari kemudian, perut Barby sudah mengecil. Entah di mana ia melahirkan. Selama ini, aku gak pernah lihat anak-anak Barby.
"Udah beranak?" Pertanyaanku tak dijawabnya. Barby malah menggelosor sambil menjilat-jilati bulunya.
Tok, tok, tok ....
Aku beranjak membuka pintu. Ibu Ade pemilik toko kampung sebelah. Beberapa kali aku belanja di warung itu. Tokonya paling besar di desa kami.
"Ada apa, Bu Ade?" tanyaku setelah menjawab salamnya.
"Teteh yang punya kucing ini, ya?"
Bu Ade menyodorkan handphone, menunjukkan foto Barby, sedang menyusui anak-anaknya.
"Ooh, iya ... Itu Barby, kucing saya. Silakan masuk dulu. Gak enak ngobrol di depan pintu."
Bu Ade menurut. Dia duduk berhadapan denganku. Matanya melirik ke arah Barby, tapi seperti membencinya.
"Maaf ya, Bu ... Barby sering beranak di toko ibu ...." aku langsung memohon maaf. Mungkin tatapan tak suka Bu Ade karena ulah Barby.
"Gak apa-apa teh, saya udah biasa. Emang sih, kucing teteh kalo beranak suka di gudang toko saya. Yang tidak saya suka itu karena kucing teteh .... " Kalimatnya menggantung. Ada keraguan di guratan wajah Bu Ade. Dia menelan ludah. Kemudian tangannya mengusap-usap layar benda pipih itu. Seperti mencari sesuatu yang ingin ia tunjukkan padaku.
"Ini, coba teteh lihat." Aku meraih handphonenya. Ternyata video Barby.
Awalnya aku tersenyum melihat Barby begitu menyayangi anak-anaknya.
"Meong ... meong ...." terdengar suara salah satu anaknya. Sungguh menggemaskan.
Ah, Barby kenapa anak-anakmu tidak kau bawa ke rumah ini. Tinggal bersama kita. Aku menoleh ke arah Barby, dia masih asyik menjilati kakinya.
Namun, menit ke 47 Barby menggingit badan anaknya dengan perlahan tapi lama-kelamaan semakin buas. Seperti makan ikan asin yang sering aku berikan.
Dengan lahap dia memakan anaknya, darah memenuhi sudut bibir dan lantai, hanya menyisakan kepala. Setelah itu dia memakan anak yang lainnya.
"Ya Allah ... astaghfirullah ...." pekikku.
Rasa mual menyeruak. Aku tak tahan, berlari ke kamar mandi, meninggalkan Bu Ade.
"Oweeeekkk ...."
NOTE
Terimakasih kepada teman-taman yang telah mengirimkan naskahnya. Bagi teman lain yang berkenan mengirimkan naskah demi melengkapi blog kita ini dapat dikirimkan melalui:
email satukara.com@gmail.com
FB @khairulfikri.co,
WA. 085762407942
0 Response to "My Barby"
Post a Comment