HILANG (Kisah Aima dan Nara)
Cermin Bivista
Tiga tahun aku menunggunya pulang, namun tak ada kata selain seorang gadis yang tersenyum manis memanggilnya sayang.
Aku dia anggap apa? Wanita bodoh yang menghabiskan waktu secara cuma-cuma, iya?
"Aku tidak pernah meminta," ucapnya membelakangi, lalu beranjak tanpa permisi
Kupikir Tuhan itu baik, tapi tidak berlaku padaku ternyata. Lalu, apa artinya doa yang kukirim pada-Nya? Sia-sia?
...
"Besok jadi pulang?" tanya Aima merebahkan diri di sampingku
"Iya. Nara menikah, aku harus menyelamatinya."
"Sakit pasti,"
Seperti biasa, anak itu selalu memasang wajah menyedihkan.
Aku mendengus, lalu menarik selimut sampai kepala. Mencoba terpejam, tak kudengar celotehannya yang lebih ke-memberi saran.
...
Belasan meja bundar, puluhan kursi dan mawar tertata sedemikian cantiknya, dengan warna pink dan putih sebagai pilihan mereka.
Aku mendudukan diri, sebuah gaun azure melekat di tubuhku kali ini. Tidak lupa sedikit polesan di wajah, juga sebuah senyum tanpa arti.
Sepasang sialan berdiri di sana, tersenyum penuh kemenangan. Sementara aku? Masih menunggu.
Kecupan mendarat di kening gadis itu, aku menikmati sesaknya. Tidak parah, hanya buncah.
Kutekan tombol warna merah pada benda mungil dalam genggaman, di sana waktu berjalan mundur dan sebentar lagi saatnya kita membaur.
_
Kerlip
0 Response to "HILANG (Kisah Aima dan Nara)"
Post a Comment