SARJANA MUDA (1981)
Album ini dapat
dibilang adalah awal karir Iwan Fals di dunia musik profesional Indonesia.
Setelah kontrak dengan ABC records selesai, Musica rupanya mencium bakat Iwan
yang dapat dikembangkan, lantas Musica meneken kontrak dengan Iwan Fals. Album
perdana Iwan Fals bersama Musica Studio’s benar-benar dikerjakan secara serius.
Lihat saja musisi pendukungnya bukan orang sembarangan. Music director
dikerjakan oleh Willy Soemantri, didukung oleh Amir Katamsi, Luluk Purwanto dan
yang hebat lagi Idris Sardi menjadi bintang tamu mengisi suara biola pada lagu
‘Guru Oemar Bakrie’. Begitu beredar, album ini langsung menjadi pembicaraan.
Masyarakat Indonesia yang pada saat itu kenyang disuguhi lagu dengan nuansa
cinta mungkin kaget mendengar lirik lagu Iwan Fals yang bernuansa sosial yang
sangat mewakili kehidupan masyarakat saat itu. Tak lama kemudian album ini
meledak dipasaran, hampir seluruh stasiun radio menjadikan lagu ‘Guru Oemar
Bakrie’ pada puncak tanggal lagu mereka. Album ini menjadi titik awal perubahan
warna musik Indonesia.
gambarhijaber.com |
Lagu yang ada
pada album ini adalah ‘Sarjana Muda’, ‘Guru Oemar Bakrie’, ‘Bung Hatta’, ‘Doa
Pengobral Dosa’, ‘Si Tua Sais Pedati’, ‘Ambulance Zig Zag’, ‘22 Januari’,
‘Puing’, ‘Yang Terlupakan’, ‘Bangunlah Putra Putri Pertiwi’. – Red. iwanfalsmania.wordpress.com
Lirik:
Sarjana Muda
Berjalan seorang
pria muda
Dengan jaket
lusuh dipundaknya
Di sela bibir
tampak mengering
Terselip
s'batang rumput liar
Jelas menatap
awan berarak
Wajah murung
s'makin terlihat
Dengan langkah
gontai tak terarah
Keringat
bercampur debu jalanan
Reff I :
Engkau sarjana
muda
Resah mencari
kerja
Mengandalkan
ijasahmu
Empat tahun
lamanya
Bergelut dengan
buku
'Tuk jaminan
masa depan
Langkah kakimu
terhenti
Di depan halaman
sebuah jawaban
Termenung lesu
engkau melangkah
Dari pintu kantor
yang di harapkan
Tergiang kata
tiada lowongan
Untuk kerja yang
di dambakan
Tak peduli
berusaha lagi
Namun kata sama
yang kau dapatkan
Jelas menatap
awan berarak
Wajah murung
s'makin terlihat
Reff II :
Engkau sarjana
muda
Resah mencari
kerja
Tak berguna
ijasahmu
Empat tahun
lamanya
Bergelut dengan
buku
Sia-sia semuanya
Setengah putus
asa dia berucap
"maaf
ibu..."
Guru Oemar Bakrie
Tas hitam dari
kulit buaya
"Selamat
pagi!", berkata bapak Oemar Bakri
"Ini hari
aku rasa kopi nikmat sekali!"
Tas hitam dari
kulit buaya
Mari kita pergi,
memberi pelajaran ilmu pasti
Itu murid
bengalmu mungkin sudah menunggu
(*)
Laju sepeda
kumbang di jalan berlubang
S'lalu begitu
dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia
waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi
bawa senjata berwajah garang
Bapak Oemar
Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi
Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar
Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut
dikebut lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang
Busyet...
Standing dan terbang
Reff.
Oemar Bakri...
Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri...
Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur
berbakti memang makan hati
Oemar Bakri...
Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri...
Profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa
gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri
Kembali ke (*)
Bapak Oemar
Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi
Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar
Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut
dikebut lalu cabut, kalang kabut
Bakrie kentut...
Cepat pulang
Oemar Bakri...
Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri...
Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur
berbakti memang makan hati
Oemar Bakri...
Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri...
Bikin otak seperti otak Habibie
Tapi mengapa
gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri
Bung Hatta
Tuhan terlalu
cepat semua
Kau panggil
satu-satunya yang tersisa
Proklamator
tercinta...
Jujur lugu dan
bijaksana
Mengerti apa
yang terlintas dalam jiwa
Rakyat
Indonesia...
Reff :
Hujan air mata
dari pelosok negeri
Saat melepas
engkau pergi...
Berjuta kepala
tertunduk haru
Terlintas nama
seorang sahabat
Yang tak lepas
dari namamu...
Terbayang
baktimu, terbayang jasamu
Terbayang
jelas... jiwa sederhanamu
Bernisan bangga,
berkapal doa
Dari kami yang
merindukan orang
Sepertimu...
Doa Pengobral Dosa
Disudut dekat
gerbong... Yang tak terpakai
Perempuan...
Bermake up tebal...
Dengan rokok
ditangan...
Menunggu
tamunya... Datang....
Terpisah dari
ramai
Berteman nyamuk
nakal... Dan segumpal harapan
Kapankah
datang... Tuan berkantong tebal...
Habis
berpasang-pasang... Tuan belom datang
Dalam hati resah
menjadi bimbang
Apakah esok
hari... Anak anakku dapat makan...
o Tuhan beri...
Setetes rejeki...
Dalam hati yang
bimbang berdoa...
Beri terang
jalan anak hamba....
Kabulkanlah...
Tuhan...
Terpisah dari
ramai
Berteman nyamuk
nakal... Dan segumpal harapan
Kapankah
datang... Tuan berkantong tebal...
Habis
berpasang-pasang... Tuan belom datang
Dalam hati resah
menjadi bimbang
Apakah esok
hari... Anak anakku dapat makan..
o Tuhan beri...
Setetes rejeki..
Dalam hati yang
bimbang berdoa...
Beri terang
jalan anak hamba....
Kabulkanlah...
Tuhan...
Kabulkanlah...
Tuhan...
Si Tua Sais Pedati
Bergerak
perlahan dengan pasti
Di jalan datar
yang berlumpur
Sesekali
terdengar gletar cemeti diiringi teriakan lantang
Si tua sais
pedati
Derak pedati
sebentar berhenti
Nampak si tua
sais pedati mulai membuka bungkusan nasi
Yang dibekali
sang istri
Gerak pedati
lalu jalan lagi
Singgah disetiap
desa
Tanpa ragu-ragu
tanpa malu-malu
Nafas segar
terhembus
Dari sepasang lembu
yang tak pernah merasakan
Sesak polusi
Dia tak pernah
memerlukan
Dia tak pernah
membutuhkan
Solar dan ganti
olie
Bensin dan ganti
busi
Apalagi charge
aki
Dia tak pernah
kebingungan
Dia tak pernah
ketakutan
Apa kata orang
tentang gawatnya krisis energi
Gerak pedati dan
lenguh lembu
Seember rumbut
dan gletar cemeti
Seakan suara
azan yang di-cassete-kan
Sementara itu
sang bilal pulas mendengkur
Ambulance Zig Zag
Deru ambulance
Memasuki
pelataran rumah sakit
Yang putih
berkilau
Di dalam
ambulance tersebut
Tergolek sosok
tubuh gemuk
Bergelimang
perhiasan
Nyonya kaya
pingsan
Mendengar kabar
Putranya
kecelakaan
Dan para medis
Berdatangan
kerja cepat
Lalu langsung
membawa korban menuju ruang periksa
Tanpa basa basi
Ini mungkin
sudah terbiasa
Tak lama
berselang
Supir helicak
datang
Masuk membawa
korban yang berkain sarung
Seluruh badannya
melepuh
Akibat pangkalan
bensin ecerannya
Meledak
Suster cantik
datang
Mau menanyakan
Dia menanyakan
data si korban
Di jawab dengan
Jerit kesakitan
Suster
menyarankan bayar ongkos pengobatan
Ai sungguh
sayang korban tak bawa uang
Suster cantik
ngotot
Lalu melotot
Dan berkata
“Silahkan bapak tunggu di muka!”
Hai modar aku
Hai modar aku
Jerit si pasien
merasa kesakitan
Hai modar aku
Hai modar aku
Jerit si pasien
merasa diremehkan
22 Januari
22 Januari kita
berjanji
Coba saling
mengerti apa didalam hati
22 Januari tidak
sendiri
Aku berteman
iblis yang baik hati
Jalan
berdampingan
Tak pernah ada
tujuan
Membelah malam
Mendung yang
selalu datang
Ku dekap erat
Ku pandang
senyummu
Dengan sorot
mata
Yang keduanya
buta
Lalu kubisikan
sebaris kata-kata
Putus
asa....sebentar lagi hujan
dua buku teori
kau pinjamkan aku
Tebal tidak
berdebu kubaca slalu
empat lembar
fotomu dalam lemari kayu
kupandang dan
kujaga sampai kita jemu
Puing
Puing berserakan
di segenap penjuru
Bekas
pertempuran
Bau amis darah
sisa asap mesiu
Sesak nafasku
Mayat-mayat
bergeletakan
Tak terkubur
dengan layak
Dan
burung-burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Di ujung sana
banyak orang kelaparan
Ujung lainnya,
wabah busung menyerang
Di sudut sana
banyak orang kehilangan
Sudut lainnya
bayi bertanya bimbang:
"mama kapan
ayah pulang?"
"mama sebab
apa perang?"
Mayat-mayat
bergeletakan
Tak terkubur
dengan layak
Dan
burung-burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Banyak jatuh
korban
Dari mereka yang
tak mengerti apa-apa
Suara tangis
terdengar dari bekas reruntuhan
Seorang ibu muda
yang baru melahirkan
Lama meratapi
sesosok tubuh mayat suaminya
Dan burung
burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Tinggi peradaban
teknologi berkembang
Senjata hebat
terciptakan
Sarana
pembantaian semakin bisa diwujudkan
Oh,
mengerikan..........
Berhentilah...
Jangan salah
gunakan
Kehebatan ilmu
pengetahuan untuk menghancurkan.....
Dan burung
burung bangkai menatap liar
Dan
burung-burung bangkai berdansa senang
Yang Terlupakan
denting piano
kala -jemari
menari
nada merambat
pelan
di kesunyian
malam
saat datang
rintik hujan
bersama setiap
bayang
yang pernah
terlupakan
hati kecil
berbisik
untuk kembali
padanya
s'ribu kata
menggoda
s'ribu sesal di
depan mata
seperti menjelma
saat aku tertawa
kala memberimu
dosa
ooo...maafkanlah
ooo...maafkanlah
reff: rasa sesal
di dasar hati
diam tak mau
pergi
haruskah aku
lari dari
kenyataan ini
pernah kumencoba
tuk sembunyi
namun senyummu
tetap mengikuti
Bangunlah Putra Putri Pertiwi
Sinar matamu
tajam namun ragu
Kokoh sayapmu
semua tahu
Tegap tubuhmu
takkan tergoyahkan
Kuat jarimu
kalau mencengkeram
Bermacam suku
yang berbeda
Bersatu dalam
cengkeramanmu
Angin genit
mengelus merah putihku
Yang berkibar
sedikit malu-malu
Merah membara
tertanam wibawa
Putihmu suci
penuh kharisma
Pulau pulau yang
berpencar
Bersatu dalam
kibarmu
Terbanglah
garudaku
Singkirkan
kutu-kutu di sayapmu oh.....
Berkibarlah
benderaku
Singkirkan
benalu di tiangmu
Jangan ragu dan
jangan malu
Tunjukkan pada
dunia
Bahwa sebenarnya
kita mampu
Mentari pagi
sudah membumbung tinggi
Bangunlah putra
putri ibu pertiwi
Mari mandi dan
gosok gigi
Setelah itu kita
berjanji
Tadi pagi esok
hari atau lusa nanti
Garuda bukan
burung perkutut
Sang saka bukan
sandang pembalut
Dan coba kau
dengarkan
Pancasila itu
bukanlah rumus kode buntut
Yang hanya
berisikan harapan
Yang hanya
berisikan khayalan
----ooo----
satukara.blogspot.com
0 Response to "SARJANA MUDA (1981)"
Post a Comment