LANCAR (1987)
LANCAR (1987)
Album ini dikerjakan Iwan bersama sahabat lamanya yaitu Dama Gaok dan Maman Piul. Hits ‘Lancar’, ‘Kereta Tua’ dan ‘Nenekku Okem’ memiliki irama country khas Iwan. Pada lagu ‘Yakinlah’ Iwan berduet dengan Elly Sunarya.
Lagu-lagu pada album ini adalah ‘Lancar’, ‘Kuli Jalan’, ‘Kereta Tua’, ‘Columbia’, ‘Yakinlah’, ‘Kota’, ‘Sentuhan’, ‘Cantik Munafik’, ‘Nelayan’, ‘Nenekku Okem’.
Lirik:
Lancar
Sejak palapaku mengorbit ke angkasa
Kemajuan teknologiku semakin menggila
Komunikasipun bertambah mudah
Walau itu jauh di luar kota
Disana sini dan dimana mana
Terlihat berita tentang pembangunan
Terciptalah kini pemerataan
Bangsaku kini telah dipintu kemajuan
Tinggal semua perlu kesadaran
Jangan kita berpangku tangan
Teruskan hasil perjuangan
Dengan jalan apa saja yang pasti kita temukan
Asal jangan pembangunan
Dijadikan korban
Asal jangan pembangunan
Hanya untuk si tuan Polan
Disana sini dan dimana mana
Terlihat berita tentang pembangunan
Terciptalah kini pemerataan
Bangsaku kini sudah diambang kemajuan
Tinggal semua perlu kesadaran
Jangan kita berpangku tangan
Teruskan hasil perjuangan
Dengan jalan apa saja yang pasti kita temukan
Asal jangan pembangunan
Dibuat kesempatan
Asal jangan pembangunan
Dijadikan korban
Asal jangan pembangunan
Bikin resah kaum susah
Asal jangan pembangunan
Bikin mandul hutan gundul
Asal jangan pembangunan
Bikin gendut kulit perut
Asal jangan pembangunan
Bikin subur kaum makmur
Asal jangan pembangunan
Bikin kotor meja kantor
Asal jangan pembangunan
Buat senang cacing cacing
Kuli Jalan
Derap langkah dan reringat kuli pembuat jalan
Dengan pengki ditangan kiri, pacul di pundak kanan
Dengus nafasnya, terdengar bagai suara kereta
Keringat mereka menyengat aroma penderitaan
Berjalan gontai perlahan
Berbaris bagai tentara yang kalah perang
Kerja keras kau lakukan
Walau upah tak berimbang
Bak sapi perahan
Kuli jalan kerja siang dan malam
Kuli jalan peduli curah hujan
Kuli jalan panas tak dihiraukan
Kuli jalan upah jauh berimbang
Kuli jalan pahlawan terlupakan
Kuli jalan menangis di lubang galian
Kuli jalan resah di kaki tuan
Kuli jalan anak isteri menunggu bimbang
Kereta Tua
Hitam warnamu seperti malam
Kekar roda roda melingkar
Kau kereta lama parkir di stasiun tua
Dulu kakekku pernah cerita
Dia banyak berikan jasa
Saat gejolak perang melanda negeri kita
Kau kereta tua penuh sembunyikan misteri
Waktu pun berlalu orde pun berganti
Oh kereta tua kau nampak semakin asing
Kini dia tak lagi berlaga
Namun masih bisa tertawa
Semoga tidurmu nanti mimpikan masa lalu
Semoga tidurmu nanti mimpikan masa lalu
Columbia
Langit nampak murung seperti gelisah
Angin bawa kabar tentang duka, di sana....
Lolong anjing malam bawa pertanda
Alam bawa kisah unggas resah
Beritakan.. Tangis....
Saat gelombang lahar
Hanyutkan ribuan manusia
Tanpa mau mengerti datang tepati janji
Waktu seorang ibu
Belai mesra anaknya
Gemuruhnya petaka singkirkan jeritan yang ada
Batu-batu telanjang
Menari di nurani
Hancurkan rumah-rumah, hancurkan kedamaian
Colombia.......
Colombia.......
Sementara kita di sini
Tanpa beban bernyanyi
Sedangkan mereka gundah
Di sela ganasnya wabah
Sementara kita di sini
Asyik cumbui mimpi
Sedangkan mereka di sana
Rindukan riuhnya pesta
Narasi:
Ada sekuntum bunga mawah
Bercengkrama dengan lahar
Seorang bayi mungil
Begitu manis menyambut mati
Yakinlah
Nyanyikanlah lagu indah
Hanyalah untukku
Saat temaram datang ketuk hati
Tolong kau dendangkan
Usaplah nurani
Agar tak kelam
Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu
Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah
Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada
Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam
Sekali lagi kuminta
Coba kau nyanyikan
Semoga dapat kurasa ikhlasmu
Pasti kan kudengar
Pasti kuresapi
Kasih yakinlah
Bukan ku tak mau mengalunkan laguku
Kutakut menyakiti telingamu
Bukan aku enggan memainkan gitarku
Sebab cinta bukan hanya nada
Kalau kita saling percaya
Tak perlu nada tak perlu irama
Berjalanlah hanya dengan diam
Melangkahlah hanya dengan diam
Kota
Kota yang kutinggali
Kini tak ramah lagi
Orang orang yang lewat
Beri senyumpun enggan
Disini aku lahir
Disini aku besar
Disini aku merasa
Bodoh
Kota yang kudambakan
Tawarkan kekerasan
Nyeri merobek hati
Tak dapat aku hindari
Sombongnya engkau berjanji
Kau lambungkan anganku
Mimpiku singgah di langit
Kau bohong
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Semakin muak
Dengar celotehmu
Durjana
Namun aku tak kuasa
Lepas dari rayuanmu
Roda roda berputar
Menggilas batin dan otakku
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku menggapai
Menjerit lunglai
Ingin aku lari pergi
Sembunyi tak bernyanyi
Namun kerasnya belenggu
Begitu kuat
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku terbuai
Oleh janjimu
Otakku yang kini hingar
Akan dengki meraja
Bisakah aku tinggalkan
Entah
Hari ke hari
Waktu ke waktu
Aku menggapai
Menjerit lunglai
Otakku yang kini bising
Akan sirik menggila
Bisakah aku tinggalkan
Entah
Sentuhan
Lonceng menandakan pukul satu malam tiba
Bisingnya jalan dimuka rumahku tampak semakin reda
Lengking suara kota satu persatu pulas
Dibelai udara malam yang semakin dingin
Kantuk yang kuharap menyergapku tak kunjung datang
Sedangkan malam semakin larut
Sementara dari jauh jelas kudengar
Suara roda kereta menggilas rel semakin keras
Kini aku teringat
Pada desaku yang masih terpencil
Dengan mayoritas petani yang ramah tamah
Bila menyambutku datang dari kota
Sementara saja timbul dibenakku
Aku buat rencana pergi kesana
Dengan kereta kan kujumpa desaku
Sebab aku telah rindu
Bau lumpur sawah
Dan aroma pepohonan
Cantik Munafik
Dia adalah gadis jelita
Tak pernah banyak tingkah
Didalam kelas dialah ratu
Tak ada bandingannya
Hingga semua murid pria
Banyak yang menggodanya
Sampai pak guru Umar tertarik
Oleh goyang pinggulnya
Aku pun juga malu tak malu
Jatuh cinta padanya
Sembunyi sembunyi kukirim surat
Lewat teman baiknya
Tapi ternyata setelah kuterima
Balasan suratnya
Tak aku duga dari semula
Cintaku ditolak dia
Hei hei hei
Apa sih kekuranganku
Padahal
Banyak orang bilang aku ganteng
Hei hei hei
Apa sih keinginannya
Rumahku megah
Mobilku banyak
Sayang milik orang tua
Ku tak mengerti dia begitu
Membuatku penasaran
Korban yang lain juga berkata
Sama seperti aku
Tapi ternyata ketika kuintip
Tepat di malam minggu
Dia gandengan sama bapakku
Yang kepala tak berbulu
Hei hei hei
Dialah gadis panggilan
Yang masih
Duduk dibangku sekolah
Hei hei hei
Pantesan sedikit susah
Karena dia tahu
Anak sekolah
Tak pernah berkantong basah
Dasar bapakku
Tak tahu malu
Punya hobi meneguk madu
Nelayan
Bocah telanjang dada di pesisir
Tunggu kembalinya bapak tercinta
Yang pergi tebarkan jala disana
Berjuang diatas perahu tunggakan KUD
Ibu dengan kebaya yang kemarin
Setia dari balik dapur menanti
Suaminya telah seminggu pergi
Tinggalkan rumah tinggalkan sejengkal harapan
Langkah waktu lamban
Bagai kura kura
Ikan ikan datang mimpi
Siang ganti malam
Tetap sabar
Suamipun pulang lelah
Sambil berlari sang bocah hampiri bapak
Tagih janji yang dipesan ketika pergi
Sementara istrinya
Hanya memandang dengan senyum pasti
Sekilas terlintas hutang hutang yang membelit
Sang bocah tak peduli
Menangis keras tetap tagih janji
Perahu tunggakan KUD belum terbayar
Belum lagi tagihan rentenir seberang jalan
Nelayan kecil hasil kecil nasibpun kecil
Menjerat jala dihantam kerasnya gelombang
Perahu tunggakan KUD belum terbayar
Nenekku Okem
Nenekku manis umur setengah abad
Masih lincah bagai bola bekel
Rambutnya panjang hitam ikal dipikok
Di salon lisa asal Rangkasdengklok
Paling tak suka pakai kain kebaya
Atau rambut digulung konde
Sebab katanya tak bebas dia bergerak
Gerah sebuah alasan
Nenekku orang hebat
Sanggup koprol bagaikan atlet
Napasnya panjang bak napas kuda
Lari Jakarta - Bandung setiap pagi pulang pergi
Main bola sehari tiga kali
Tari kejang menambah energi
Kalau kubilangin jangan terlalu agresif
Namun malah ngeledek kuno
Nenekku makin hot menari sambil salto
Hampir hampir setiap menit
Di rumah atau di jalan
Di pasar atau di trotoar
Hi hi hi hi hi hi hi hi
Habis ambil pensiun mampir ke toko kaset
Cari lagu baru yang ‘up to date’
Kuping pakai headphone badan tak bisa diam
Ikuti tempo ‘break dance’ tersayang
Persetan orang lihat masa bodo nyengir
Konsentrasi dia tak goyah
Setelah selesai dengar lagu sekaset
Lalu dia menuju kasir
Bayar satu bawa tiga
Yang dua mampir di jaket
Yang dua mampir di jaket
Nenekku okem
Nenekku okem
Nenekku okem
Nenekku okem
----ooo----
0 Response to "LANCAR (1987)"
Post a Comment