أغراض شعر

A.    Sya’ir
Sya’ir adalah perkataan yang indah yang penyampaiannya berpegang kepada wazan dan qofiah. Dan unsur-unsur sya’ir adalah sebagai berikut:
1.    Lafaz yaitu kebagusan lafaz sya’ir
2.    Makna yaitu keindahan makna syair
3.    Uslub yaitu berpengaruh kepada perasaan
4.    Wazan dan qofiah yaitu untuk mengindahkan irama dan nyanyiannya dalam musik.[1]
B.     Tujuan Sya’ir
Sya’ir  merupakan bentuk kehidupan dan cerminan diri yang mengekspresikan keinginan yang ada di dalam hati. Oleh karena itu, sya’ir sesuai dengan masanya. Tujuannya sebagai berikut:
1.        Ritsa’
Yaitu karena kehidupan yang tidak bahagia dan dalam keadaan duka cita dan kesedihan yang bersangatan.[2] Sya’ir ini mengungkapkan rasa putus asa, kesedihan dan kepedihan seseorang. Penyair mengungkapkan perasaan dan kehancuran jiwanya, karena telah ditinggal oleh orang yang dicintainya, seperti anaknya, saudaranya atau bapaknya.Diantara sya’ir yang ritsa’ yang paling bagus adalah sya’ir Duraid bin al shamat yang ditujukan pada saudaranya, Abdullah.
Sya’ir ritsa’ al Khansa juga sangat menyentuh dalam jiwa.Dalam sya’ir ritsa’, kadang-kadang penyair mengungkapkan sifat-sifat terpuji dari orang yang meninggalkannya, seperti keberanian, kemuliaanNya atau kepintarannya.Tapi, kadang-kadang juga, penyair mengajak kita berpikir tentang kehidupan dan kematian.Tema sya’ir ini merupakan tema sya’ir yang paling banyak berpengaruh dalam jiwa, karena biasanya para penyair mengambil tema sya’ir ini dari kejadian yang dialaminya[3]
Berikut  ini sebuah contoh sya’ir yang berbentuk ritsa’Muhalhil, ketika itu ia berdiri di atas kuburan saudaranya yang terkena penyakit rabies dan ia berkata:

 أهاج قذاء عيني الأدكار    هدوءا فالدموع لها انهمار
 وصار الليل مشتملا علين   كأن الليل ليس له نهار
 و أبكي و النجوم مطلعات   كأن لم تحوها عني البحار
 دعوتك يا كليب فلم تجبني   وكيف يجيبني البلد القفار؟[4]
2.        Madah
Yaitu pujian terhadap qobilah dan keturunan.[5] Syair ini berisikan tentang puji-pujian kepada seseorang, terutama mengenai sifat-sifat baiknya, akhlaknya yang mulia, atau tabiatnya yang terpuji, seperti kemuliaannya, keberaniannya atau sikapnya yang suka membantu orang yang sedang kesulitan dan suka melindungi tetangga, seperti pujian Zuhair bin Abi Sulma pada Haram bin Sunan dan Harits bin Auf, yang mempunyai andil besar dalam menghentikan perang antara Abbas dan Zibyan.
Karena syair dapat juga digunakan untuk mencari nafkah.Banyak penyair yang memuji-muji para Raja, agar mendapat hadiah, Seperti memuji Raja Ghassan di Syam. Penyair Tarafa bin al Abd dan Nabighah adz Dzibyani mempunyai hubungan yang erat dengan Raja Hira. Selain itu, Nabighah juga mempunyai hubungan yang erat dengan Raja Nu’man bin Mandzur. Semua itu, karena para penyair tersebut suka membuat sya’ir-sya’ir yang bertemakan madah.[6]
Contoh sya’ir madah Ka ‘ab bin Zuhaer sebagai berikut:

 ان الرسول لنور يستضاء به      مهند من سيوف الله مسلول
 في عصبة من قريش قال قائلهم    ببطن مكة لما أساموا: زولوا
 زالوا فما زال أنكاس ولا كشف      عند اللقاء ولا ميل معازيل[7]

Maksud sya’ir di atas adalah,
-       Sesungguhnya Rasulullah SAW bagaikan pedang yang dibuat dari negeri India yang dapat memberikan cahaya di sekelilingnya, sehingga beliau diberi gelar dengan pedang yang dihunus.
-       Di dalam suku quraisy seseorang bertanya kepada mereka, kenapa mereka masuk islam di jantung kota Mekah, sedangkan mereka tidak teguh menjalankan ajaran islam.
-   Orang-orang penakut yang lari dari medan perang, dan mereka takut bertemu dengan musuh.
3.        Hija’
Yaitu antara dua qobilah yang saling bertentangan dan  bermusuhan.[8] Sya’ir ini berisikan tentang kebencian, kemarahan atau ketidaksukaan penyair terhadap seseorang atau suku lain. Penyair mencari-cari kelemahan atau kejelekan yang dimiliki oleh orang atau suku lain yang tidak disukainya. Tema sya’ir ini merupakan kebalikan dari sya’ir madah.Karena itu, dalam sya’ir-sya’ir hija’, banyak terdapat kata-kata celaan atau cercaan yang menjatuhkan musuh. Biasanya, celaan dan cercaan itu mengandung unsur-unsur yang lucu.
Sya’ir hija’ mempunyai pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Pernah pada suatu kali Zuhair bin Abi Sulma membuat sya’ir hija’. Sya’ir itu ditujukan kepada Harits bin Waraqa yang telah mengambil untanya dan mengikat penggembalanya. Mendengar isi sya’ir hija’ itu, dengan perasaan takut, Harits dengan segera mengembalikan unta yang bukan miliknya itu.[9]
Berikut ini merupakan contoh sya’ir hija’ ‘Amru bin kaltsum dari keturunan Muhalhil di antaranya:

ألا هبي بصحنك فأصبحينا       ولا تبقي خمزر الأندرينا
 أبي هند فلا تعجل علينا           وأنظرنا نخبرك اليقينا[10]

4.        Ghazal
Yaitu sya’ir yang menunjukkan rasa cinta dan rindu atau merayu-rayu wanita.[11]Sya’ir ini membicarakan tentang wanita, seperti menggambarkan tentang wajahnya, matanya, tubuhnya, lehernya, giginya dan sebagainya.selain itu juga mengungkapkan tentang kerinduan dan perasaan penyair pada wanita, kepedihan yang menyakitkan hatinya dan kesengsaraan yang dialaminya. Selain itu, sya’ir ini juga menggambarkan tentang kecantikan wanita yang dicintainya yang dianggapnya sebagai wanita yang paling cantik.Banyak penyair yang menggambarkan tentang yang dialaminya karena gagal bercinta.
Kadang-kadang ada ghazal yang menjauhkan diri dari hal-hal yang buruk, tapi kadang-kadang ada juga ghazal yang hina, rendah dan bertentangan dengan akhlak yang luhur.Begitu perhatiannya penyair pada ghazal, mereka sering menjadikan sya’ir ini sebagai pendahuluan dari qasidahnya.Di antara penyair yang paling mahir menulis sya’ir ghazal adalah al ‘A’syaa dan Amru Al Qais.[12]
Contoh sya’ir ghazal dari Amru Al Qais adalah sebagai berikut:

 قفا نبك من ذكرى حبيب ومنزل      بسقط اللوى بين الدخول فحومل
 فتوضح فا لمقراة  لم يعف رسمها    لما نسجتها من جنوب وشمأل
ترى بعر الأرام فى عرصاتها         وقيعانها كأنه حب فلفل
 كأنى غداة النبين يوم تحملوا          لدى سمرات الحي ناقف حنظل
 وقوفا بها صحبى على مطيهم        يقولون لا تهلك أسى وتجمل
 وإن شفائى عبرة مهراقة             فهل عند رسم دارس من معول[13]
5.        Al Hikmah
Al hikmah merupakan salah satu nama sya’ir pada masa jahiliyah.Sedangkan pada masa permulaan islam , adanya al hikmah setelah sya’ir-sya’ir terpengaruh oleh makna Alquran dan kebudayaannya. dan ujian yang berarti dalam kehidupan.
Ada beberapa nama-nama sya’ir pada masa jahiliyah di antaranya adalah:
1.      Al hikmah
Dinamakan dengan al hikmah adalah apabila hikmah itu terdiri dari satu bait dan dua baris.
2.      Sya’ir
Dinamakan dengan sya’ir adalah apabila sya’ir itu terdiri dari tiga bait sampai enam bait.
3.      Qashidah
Dinamakan dengan qashidah adalah apabila qashidah itu terdiri dari tujuh sampai sepuluh bait.


Berikut ini contoh sya’ir Zuhair bin Abi Sulma yang berisi hikmah dan nasehat:

 سمعت تكاليف الحياة ومن يعش          ثمانين حولا لاأبالك يسأم
 وأعلم ما في اليوم والأمس قبله           ولكنّني عن علم ما في غد عم
 ومن هاب أسباب المنايا ينلنه             ولو نال أسباب السّماء بسلّم
 ومن يجعل المعروف في غير أهله      يعد حمده ذمّا عليه ويندم
 ومهما تكن عند امريء من خليقة        ولو خالها تخفى على النّاس تعلم
 لأنّ لسان المرء مفتاح قلبه               إذا هو أبدى ما يقول من الفم
 لسان الفتى نصف و نصف فؤاده        ولم يبق إلّا صورة الّلحم والدّم

Dalam sya’ir ini, Zuhair menceritakan bahwa,
-          Ia benci dan bosan dengan kehidupannya selama delapan puluh tahun yang penuh dengan masalah.
-          Orang tidak tahu apa yang akan terjadi besok, yang ia tahu hanya kejadian kemarin, dan yang telah dilewatinya.
-          Barangsiapa yang takut akan mati, akan mendapatkannya pada suatu hari
-          Barangsiapa yang memberi sedekah pada orang yang tidak berhak, maka ia tidak akan mendapatkan kebaikan, kecuali keburukan, sehingga ia akan menyesal.
-          Orang pasti akan mengetahui akhlak baik atau buruk dari seseorang meskipun orang berusaha menyembunyikannya.
-          Karena ucapan akan membukakan apa yang terdapat dalam hati, ketika seseorang berkata, maka orang akan mengetahui segala sesuatu darinya
-          Orang itu bisa sadar dengan hatinya, bisa berpikir dengan otaknya, bisa berbicara dan mengungkapkan sesuatu dengan lidahnya dan sebagainya karena itu daging dan darah bukan hal yang penting baginya.[14]

Referensi
‘Izmy,Hamdan, ‘AnashirAsaasiyah fi Al adabi Al arabi, (Jakarta : quantum, 2003)
Sutiasumarga,Males, kesusasteraan Arab Asal Mula dan Perkembangannya, (Jakarta : Zikrul Hakim,2000)
T. Jusoh,TengkuGhani, Several Guides To Learn Classical Arabic Poetry, (Malaysia: university Kebangsaan Malaysia, 2009)

[1]Hamdan ‘Izmy, ‘Anashir Asaasiyah fi Al adabi Al arabi, (Jakarta : quantum, 2003), h 36
[2]Ibid,  h 38
[3] Males Sutiasumarga, kesusasteraan Arab Asal Mula dan Perkembangannya, (Jakarta : Zikrul Hakim,2000), h 35
[4]Hamdan ‘Izmy, Op. Cit, h 41
[5]Ibid , h 36
[6] Males Sutiasumarga, Op Cit, h 34
[7]Hamdan ‘Izmy, Op Cit, h 93
[8]Ibid , h 36
[9] Males Sutiasumarga, Op Cit, h 35-36
[10]Hamdan ‘Izmy, Op. Cit, h 47
[11]Ibid , h 36
[12] Males Sutiasumarga, Op Cit, h 36-37
[13]TengkuGhani T. Jusoh, Several Guides To Learn Classical Arabic Poetry, (Malaysia: university Kebangsaan Malaysia, 2009), h 54
[14]Males Sutiasumarga, Op Cit, h 37-38

0 Response to "أغراض شعر"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel