Biografi Lengkap Taufik Ismail dan Kumpulan Puisi Taufik Ismail
Yuk, kenali biografi sastrawan Indonesia Taufik Ismail dan karyanya!
Biografi Taufik Ismail
Taufik Ismail adalah salah satu aktivis, sastrawan dan penyair terkenal di Indonesia. Beliau dilahirkan di Bukit tinggi, Sumatera barat pada tanggal 25 Juni 1935. Beliau anak dari pasangan A Gaffar Ismail (Ulama pendiri PERMI) dan Sitti Nur Muhammad Nur.
Keistimewaan Taufik Ismail, lahir dari keluarga guru dan wartawan membuatnya jadi senang membaca. Dari kegemarannya membaca, Taufik Ismail bercita-cita menjadi seorang penyair dari sejak SMA.
Kegigihannya menulis mengantarkan beliau mendapat banyak penghargaan, di antaranya:
- Anugerah Seni oleh Pemerintah RI (1970)
- Cultural Visit Award Australia (1977)
- South East Asia Write Award oleh Kerajaan Thailand (1994)
Kumpulan Puisi Taufik Ismail
Kerendahan Hati
Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
Yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
Yang tumbuh di tepi danau
Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
Memperkuat tanggul pinggiran jalan
Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air
Tidaklah semua menjadi kapten
Tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
Rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri
*
Dengan Puisi, Aku
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya
*
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke salemba
Sore itu.
“Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi
*
Membaca Tanda-Tanda
Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya tidak begitu jelas
tapi kita kini mulai merindukannya
Kita saksikan udara abu-abu warnanya
Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pergi hari
Hutan kehilangan ranting
Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan
Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata
Kita telah saksikan seribu tanda-tanda
Bisakah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani api dan batu
Allah
Ampunilah dosa-dosa kami
Beri kami kearifan membaca tanda-tanda
Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari
Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kami mulai merindukannya
*
Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini
(Taufik Ismail) 1966
Tidak ada pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
Duli Tuanku ?¡
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain
Kita harus
Berjalan terus.
*
Bagaimana Kalau
(Taufik Ismail) 1966
Bagaimana kalau dulu bukan khuldi yang dimakan Adam,
tapi buah alpukat,
Bagaimana kalau bumi bukan bulat tapi segi empat,
Bagaimana kalau lagu Indonesia Raya kita rubah,
dan kepada Koes Plus kita beri mandat,
Bagaimana kalau ibukota Amerika Hanoi,
dan ibukota Indonesia Monaco,
Bagaimana kalau malam nanti jam sebelas,
salju turun di Gunung Sahari,
Bagaimana kalau bisa dibuktikan bahwa Ali Murtopo, Ali Sadikin
dan Ali Wardhana ternyata pengarang-pengarang lagu pop,
Bagaimana kalau hutang-hutang Indonesia
dibayar dengan pementasan Rendra,
Bagaimana kalau segala yang kita angankan terjadi,
dan segala yang terjadi pernah kita rancangkan,
Bagaimana kalau akustik dunia jadi sedemikian sempurnanya sehingga di
kamar tidur kau dengar deru bom Vietnam, gemersik sejuta kaki
pengungsi, gemuruh banjir dan gempa bumi sera suara-suara
percintaan anak muda, juga bunyi industri presisi dan
margasatwa Afrika,
Bagaimana kalau pemerintah diizinkan protes dan rakyat kecil
mempertimbangkan protes itu,
Bagaimana kalau kesenian dihentikan saja sampai di sini dan kita
pelihara ternak sebagai pengganti
Bagaimana kalau sampai waktunya
kita tidak perlu bertanya bagaimana lagi.
*
Ketika Burung Merpati Sore Melayang
(Taufik Ismail)
Langit akhlak telah roboh di atas negeri
Karena akhlak roboh, hukum tak tegak berdiri
Karena hukum tak tegak, semua jadi begini
Negeriku sesak adegan tipu-menipu
Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur aku
Bergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak aku
Bergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung aku
Bergerak ke depan, dengan penipu ketanggor aku
Bergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku
Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhan
Gempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparan
Kemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulan
Jutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulan
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan
Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkan
Penyakit kelamin meruyak tak tersembuhkan
Penyakit nyamuk membunuh bagai ejekan
Berjuta belalang menyerang lahan pertanian
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan
Lalu berceceran darah, berkepulan asap dan berkobaran api
Empat syuhada melesat ke langit dari bumi Trisakti
Gemuruh langkah, simaklah, di seluruh negeri
Beribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara ini
Dengar jeritan beratus orang berlarian dikunyah api
Mereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagi
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri
Kukenangkan tahun 1947 lama aku jalan di Ambarawa dan Salatiga
Balik kujalani Clash I di Jawa, Clash II di Bukittinggi
Kuingat-ingat pemboman Sekutu dan Belanda seantero negeri
Seluruh korban empat tahun revolusi
Dengan Mei 1998 jauh beda, jauh kalah ngeri
Aku termangu mengenang ini
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri
Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang
Ke daun telingaku, jari Tuhan memberi jentikan
Ke ulu hatiku, ngilu tertikam cobaan
Di aorta jantungku, musibah bersimbah darah
Di cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafasku
Tapi apakah sah sudah, ini murkaMu?
Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang
*
Takut 66, Takut 98
(Taufik Ismail) 1998
Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa
takut “66, takut “98
*
Syair Empat Kartu Di Tangan
(Taufik Ismail) 1988
Ini bicara blak-blakan saja, bang
Buka kartu tampak tampang
Sehingga semua jelas membayang
Monoloyalitas kami
sebenarnya pada uang
Sudahlah, ka-bukaan saja kita bicara
Koyak tampak terkubak semua
Sehingga buat apa basi dan basa
Sila kami
Keuangan Yang Maha Esa
Jangan sungkan buat apa yah-payah
Analisa psikis toh cuma kwasi ilmiah
Tak usahlah sah-susah
Ideologiku begitu jelas
ideologi rupiah
Begini kawan, bila dadaku jalani pembedahan
Setiap jeroan berjajar kelihatan
Sehingga jelas sebagai keseluruhan
Asas tunggalku
memang keserakahan.
*
Doa
(Taufik Ismail) 1966
Tuhan kami
Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani
Ampunilah kami
Ampunilah
Amin
Tuhan kami
Telah terlalu mudah kami
Menggunakan asmaMu
Bertahun di negeri ini
Semoga
Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu
Ampunilah kami
Ampunilah
Amin.
Sekian biografi dan puisi Taufik Ismail yang dapat kami sampaikan. Selain Taufik Ismail Puisi di sini kami juga ada beberapa kumpulan Puisi dari penyair lainnya seperti puisi Sapardi Djoko Damono, puisi Joko Pinurbo, dll.
0 Response to "Biografi Lengkap Taufik Ismail dan Kumpulan Puisi Taufik Ismail"
Post a Comment