HATI YANG TERPATAHKAN | Cermin Haz


Hujan baru saja berhenti setelah hampir satu jam lamanya menjebakku di sebuah halte bus. Keadaan sekitar tampak sepi. Hanya ada seorang gadis yang tengah duduk tak jauh dariku. Sesekali pandangan matanya tertuju pada jalanan tatkala terdengar suara motor. Sepertinya ia tengah menunggu seseorang.

Jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul empat sore. Namun, belum ada satu angkot pun yang lewat. Biasanya Zack selalu menjemput di saat seperti ini, tapi sekarang aku enggan menghubunginya. Tak ingin terus merepotkan sahabatku tersebut.

Beberapa menit kemudian terdengar suara deru motor dari kejauhan. Meski samar, tapi bisa kupastikan itu adalah suara motor milik Zack. Cukup lama mengenal dia, bahkan suara motornya pun sudah sangat kuhafal. Tiba-tiba saja rasa rindu menyelimuti hati. Sudah hampir satu bulan lamanya tak bertemu dengan pria berdarah Minang itu. Lebih tepatnya aku sengaja menghindar dari Zack.

Sebuah motor berhenti tepat di depan kami. Seorang pria berhodie biru melepas helm, lalu turun dari motornya. Berjalan mendekati gadis berambut pirang yang dari tadi duduk tak jauh dariku itu sembari tersenyum dengan sangat manis.

"Zack, lama amat sih!" gerutu gadis tersebut.

"Maaf, Al. Hujannya deras banget tadi."

"Hm." Gadis yang dipanggil Al itu hanya bergumam. Dari raut wajahnya jelas terlihat bahwa ia sangat kesal.

"Jangan ngambek gitu dong, Al. Nggak sengaja juga." Zack masih berusaha membujuk. Ia tak berhenti tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih dan rapi.

"Lama tau. Tanya noh sama mbak-mbak itu. Dari tadi kami berdua doang di sini." Tangan Al menunjuk ke arahku. Begitu Zack menoleh, buru-buru kualihkan pandangan ke arah jalanan. Tak ingin jika aksiku memperhatikan mereka diketahui begitu saja.

"Haznaa? Benar itu kamu? Ke mana aja?" Zack berlari ke arahku. Mengabaikan gadis yang tengah cemberut di depannya itu.

"Hai." Aku tersenyum kikuk. Hampir sebulan tak berjumpa dengannya, penampilan Zack banyak berubah. Rambutnya terlihat lebih panjang. Bulu-bulu halus pun mulai tumbuh di sekitar dagu. Namun, di mataku ia masih tetap manis seperti biasa.

"Haznaa, hei. Malah ngelamun." Tangan Zack melambai-lambai di depanku.

"Eh, iya. Lama nggak jumpa, ya."

Baru saja mulut Zack hendak mengucapkan sesuatu, sebuah suara menghentikannya.

"Zaaaaack. Ih. Udah nungguin lama pun masih aja dicuekin."

Zack menoleh sekilas. Begitu pun aku. Gadis yang bernama Al itu terlihat semakin kesal. Ia menghentakkan kaki sembari mengerucutkan bibirnya. Melihat hal itu, aku dan Zack saling berpandangan.

"Alya." Seperti mengetahui arti tatapanku, Zack menyebutkan nama gadis itu tanpa diminta.

"Besok aku jemput kamu, Na. Ada yang ingin aku bicarakan," ucap Zack lirih sembari mendekatkan wajahnya ke arahku. Jarak kami begitu dekat hingga aku bisa merasakan embusan napas pria yang selalu terlihat manis itu. Mata Zack menatap tajam. Sementara tangannya tertahan di udara, seperti hendak menyentuhku. Namun, tak lama ia urungkan kembali.

Setelah saling berpandangan dan hanya terdiam, Zack segera bergegas menghampiri Alya. Mereka berdua berlalu sembari bergandengan tangan, tanpa berkata sepatah kata pun. Meninggalkanku dengan hati yang teriris di sini. Aku hanya bergeming. Seketika ribuan sembilu seolah menghunjam kalbu.

Rintik-rintik hujan kembali turun. Kali ini jauh lebih deras. Sederas buliran bening yang tanpa diminta telah terjatuh dari pelupuk mata. Sementara di dalam dada, ada rasa tak biasa. Perasaan yang sungguh sangat menyakitkan dan menyesakkan.

Nyatanya, sejauh apa pun aku pergi menghindar, pada akhirnya saat ini akan tiba. Hatiku harus kembali terpatahkan. Patah sepatah-patahnya, jauh lebih patah dari yang sebelumnya.

Pemalang, 17 Juni 2020

0 Response to "HATI YANG TERPATAHKAN | Cermin Haz"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel