Album Puisi dan Prosa Bivisa
APA KABAR, RINDU?
Tadi siang di sini hujan,
beruntung aku sedang sibuk,
jadi tak ada waktu untuk meladeni kenangan.
Aku tahu,
kemungkinan aku masih ada di hatimu adalah nol besar.
Namun, aku tetap sanggup menunggu sekalipun tanpa kabar.
Tuhan itu maha segala 'kan?
Tentu Dia mampu menjaga sebuah perasaan atau barangkali suatu hari berkenan menggantikan.
Aku tak apa dan akan selalu baik-baik saja.
Seperti kata mereka,
aku adalah gadis keras kepala.
Sok kuat dan sok tua.
Jadi kamu tak perlu khawatir,
ketika semua doa dan usahaku dipaksa berakhir.
Kita, lebih tepatnya aku.
Akan menganggap kegagalan ini sebagai pelajaran,
kisah sedih ini sebagai kasih dan patah hati yang berkali-kali ini sebagai penguat diri.
Karna meskipun begitu,
kamu pernah benar-benar memikirkanku.
Mungkin juga mendoakan dan meminta kebaikan.
Aku percaya kamu tak sejahat kelihatannya,
tak sekejam perjalananmu yang kelam dan tak sekekanakan seperti yang sering kukatakan.
Dalam lagu berjudul sempurna yang dinyanyikan dulu,
pernah kamu ceritakan seberapa besar cintamu padaku.
Dalam setiap bait yang kamu tulis,
ada tawaku yang terlukis.
Aku tahu,
kamu menyayangiku.
Meski akhirnya kita berakhir pilu dan saling melepas rindu.
Aku tahu,
aku pernah hidup dalam degupmu.
Pernah menjadi alasan untukmu menata masa depan.
Aku tahu,
dan aku menyayangimu.
Jadi...
Apa kabar, Rindu?
_
Kerlip Bivisa
LUKA
Aku masih di sini,
diam menunggu hari berganti.
Barangkali akan temukan sembuh pada hati.
Seperti hujan yang selalu kembali,
meski dicaci-maki.
Begitulah kamu kucintai.
Dalam setiap kesedihan ada satu alasan untuk tetap bertahan,
kamu yang kubutuhkan.
Biar luka ini menganga,
sebab aku percaya akan ada obatnya.
Biar duniaku sepi,
asal dendam tak pernah bersemi.
Mungkin, saat ini aku belum memiliki arti.
Tapi suatu hari ketika doa-doaku sampai pada Tuhan,
kamu pasti mengerti.
Aku berjuang karena sayang,
memaafkan karena tak mau tentang kita hilang dan setia membuka pintu karena yakin akulah tempatmu pulang.
Lalu, jika kita harus berakhir.
Kupastikan semua akan baik-baik saja,
meski sedikit getir.
Terluka sudah pasti,
tapi takdir dari Tuhan tak bisa diganti.
Kita akan sama-sama tertawa dan menangis penuh cinta.
Entah itu sebagai kekasih atau sepasang asing yang berhasil temukan yang terkasih.
_
***
MENUNGGU KEPULANGAN
Diceritakan,
jika seorang wanita tercipta dari tulang rusuk lelaki.
Ditakdirkan untuk menggenapi dan melengkapi.
Sekali pun terpisah jauh atau memilih pergi,
pasti akan kembali.
Jadi, kemungkinan untukku bersamamu ada.
Siapapun kamu,
tanpa terkecuali yang menjadi musuh sejak lama.
Atau mungkin orang baru misalnya.
Sekarang aku hanya perlu menunggu,
biarkan waktu yang menggiringku ke tempat itu.
Hatimu yang lapang, rumah untukku pulang.
Beberapa yang kutemui mengajarkan banyak hal.
Cinta, luka, patah hati, bahkan sesal.
Kadang, aku berpikir untuk tak lagi percaya.
Kisah indah itu hanya ada dalam drama dan ilusi belaka.
Namun,
terlahirnya aku pun karena ada mereka,
ada cinta dengan air mata di dalamnya.
Sebagai pihak yang pernah dikecewakan,
hati ini tak mudah kutitipkan.
Bukan tak ingin dicintai seseorang,
tapi takut nantinya berakhir malang.
Kamu, yang mungkin sama-sama menunggu kepulangan.
Teruslah berjalan,
hingga akhirnya dipertekukan.
Tapi jangan lupakan sesuatu,
bisa saja maut menemui lebih dulu.
Di sini aku masih sendiri, menata hati.
_
***
Tadi malam aku ke rumahmu, membawa semua rindu.
Namun, rupanya Tuhan belum menuliskan sebuah temu.
Di sana, di dinding kamarmu namaku terukir dengan jelas dan bodohnya aku tak pernah menyadari hal itu.
Dalam pikirku, kau jahat.
Selalu membiarkanku dalam sekarat,
menikmati setiap rasa yang menjerat.
Berjuang sendirian,
meyakinkanmu jika akulah tulang rusuk yang Tuhan tentukan.
Sampai akhirnya berpisah menjadi pilihan,
meninggalkanmu bersama tawa-tawa palsu yang tak pernah kutahu.
Kau selalu begitu.
Malu mengaku,
sekalipun untuk kebaikanmu.
Kau selalu sama,
mementingkan ego dan tak peduli hatimu terluka.
Dan aku?
Selamanya menjadi bocah yang tak pernah bisa melihat kesedihan pada matamu.
Memposisikan diri sebagai satu-satunya yang merindu,
sekaligus pilu.
Sekarang aku harus apa?
Menyapamu kembali atau menjauh pergi?
Nyatanya tak ada yang berubah,
kau tetap yang terindah.
Dengan atau tanpa kau tahu,
aku masih mencintaimu.
Entah sampai kapan,
kuharap tak berkepanjangan.
Kecuali memang kaulah jodoh yang dikirim Tuhan.
_
***
DUNIA TERBALIK
Kaki-kaki mungil menghambur,
menyusuri jalan berlumpur.
bernyanyi,
mengantar koran dan mengelap sepatu orang-orang subur.
Sementara yang berdasi,
hanya duduk di kursi.
Tertawa sembarang dan menganggap jika yang segala adalah uang.
Hilang nurani, hilang peduli.
Hukum tak lagi mengayomi,
semakin rendah status seseorang,
semakin berat beban yang ditimbang.
Tak ada ampun untuk pencuri sandal,
tapi yang mampu membuat pabrik sandal dari hasil mencuri dibiarkan kekal.
Jeruji pun menjadi tempat ternyaman,
fasilitas kelas atas dan gratisan.
Sementara perut lapar menjadi teman mereka yang terdampar,
menjunjung sabar dan percaya Tuhan bertanggungjawab atas semua debar.
Dunia terbalik
Kesadaran bukan lagi tentang sesama,
melainkan siapa.
Kemanusiaan bukan lagi tentang cinta,
melainkan nama.
Dunia terbalik
Orang-orang berlomba menjadi yang terbaik,
tapi lupa untuk saling mendidik.
Hanya membidik,
lalu menganggap diri sebagai pemilik.
Padahal tetap saja,
ketika mati semua tak berarti.
Ditinggal pergi,
bahkan menjadi pertanyaan nanti.
_
***
RINDU
Sampai hari ini jeda masih menjadi tema,
menguasi segala dan aku tak bisa apa.
Mungkin, jika seorang kekasih kehilangan atau saling melepaskan,
tentulah rindu adalah kesakitan.
Sementara untukku tanpa dia yang pernah tinggal di sini, di rahimku tak lain adalah jalan menuju kematian.
Tentang baiknya Tuhan aku tak ragu,
hanya perihal menunggu yang setiap detiknya seakan mengganda aku hampir tak mampu.
Jika tubuh dan kaki ini bukan ditopang oleh kekuasaanNya,
pastilah sudah tumbang sejak lama.
Aku tak berminat untuk dikasihani atau apapun itu yang membuatku terlihat kerdil sekali.
Selain Tuhan,
aku juga ingin memiliki teman.
Mengisi setiap kekosongan dan membantuku tetap waras,
agar selalu yakin Tuhan punya rencana indah di balik tangis yang deras.
Bait-bait puisi mampu menjadi obat pelipur hati,
tapi kerinduanku padanya berlipat setiap hari.
Jika uang mampu membeli segala,
akan kubeli waktu agar aku dan dia bisa bersama.
Menangis, tertawa dan bahagia menemaninya tumbuh dewasa.
Aku ingin menjadi tua,
di dekapnya dan pulang dengan banyak doa.
Semoga...
_
***
"Katanya,
jika kita dekat dengan seseorang dan dia memiliki tempat di hati kita.
Kita akan merasakan sesuatu,
bahkan bisa mendengar suaranya hanya lewat aksara."
Sepertinya ungkapan itu benar,
seperti halnya aku padamu dengan atau tanpa sadar.
Pertengkaran dan perpisahan yang pada akhirnya memaksa untuk saling melupakan,
tak cukup menjadi dasar sebuah keikhlasan.
Orang baru, cerita baru dan cinta yang gebu seakan hanya pengulur waktu.
Membiarkan kita menumpuk rindu bersama tangis-tangis pilu.
Bukankah begitu?
Entah.
Tapi aku tahu akan ada yang terluka,
bisa jadi seseorang di sana atau bahkan kita.
Tak perlu kuceritakan seberapa bahagia bisa kembali saling bicara.
Tak perlu juga kubahas seberapa menyesal mengizinkan hati mengeras.
Jika bisa, aku ingin menjadi anak kecil saja.
Berteman dan dekat dengan siapa, tak akan ada kecewa.
Namun, Tuhan selalu tahu apa yang terbaik 'kan?
Aku hanya perlu mengikuti alurnya,
mensyukuri yang kupunya dan belajar untuk tak lagi jatuh ke lubang yang sama.
Lagi, jika kamu adalah takdirku, tentu kita akan menjadi satu.
Aku tak akan memaksa, sebab semua sudah tertulis dalam bukuNya.
_
***
Baca juga puisi-puisi Kerlip Bivista lainnya di sini: Puisi-Prosa Bivisa
0 Response to "Album Puisi dan Prosa Bivisa"
Post a Comment